JAKARTA. DPR tak lagi bisa membahas anggaran sampai rinci bersama dengan unit organisasi, fungsi, program kegiatan dan jenis belanja atau yang biasa disebut dengan satu 3. Ini berdasarkan putusan Mahkahmah Konstitusi yang dibacakan, Kamis (22/5).Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal 15 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Majelis hakim konstitusi beralasan, kewenangan itu bisa menimbulkan masalah konstitusional. "Ketika DPR melalui Badan Anggaran memiliki kewenangan membahas RAPBN secara rinci, mereka terlalu jauh memasuki pelaksanaan perencanaan anggaran yang merupakan ranah eksekutif," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadhil saat membacakan putusan tersebut.Mahkamah Konstitusi menyatakan, kewenangan DPR membahas RAPBN dan anggaran sampai rinci bukanlah merupakan tugas dan kewenangan DPR. Sebaliknya, kewenangan itu merupakan urusan penyelenggara pemerintahan negara yang dilaksanakan presiden sebagai perencana dan pelaksana anggaran. Selain itu, Mahkamah Kontitusi juga membataklkan kewenangan DPR untuk membintangi anggaran. Majelis hakim konstitusi menilai pemberian tanda bintang yang dilakukan oleh DPR dalam proses pencairan anggaran bertentangan dengan konstitusi. Asal tahu saja, tanda bintang sebagai simbol pemblokiran anggaran.Fadhil menyatakan bahwa pemblokiran anggaran yang dilakukan oleh DPR dengan pemberian tanda bintang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan DPR. Menurutnya, kewenangan DPR ketika menyelenggarakan fungsinya dalam penyusunan dan penetapan APBN adalah hanya menyetujui atau tidak menyetujui. "Tanpa persyaratan seperti dengan menunda pencairan," ucapnya.Putusan ini merupakan uji materi terhadap Undang-Undang MD3 dan UU Keuangan Negara yang disampaikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Indonesia Budget Center (IBC) dan Indonesia Corruption Watch. Penggugat yang menamakan diri sebagai Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara mempersoalkan empat permasalahan yang terkandung dalam uu tersebut.Salah satunya, soal kewenangan kewenangan DPR dalam membahas APBN sampai rinci. Menurut mereka, pemberian kewenangan tersebut kepada DPR telah menimbulkan ruang korupsi baru di parlemen. Karena, dengan kewenangan tersebut, DPR bisa memiliki kewenangan yang absolut dalam menentukan anggaran negara. Gara-gara kewenangan itu, anggota DPR bisa memainkan anggaran. Kewenangan memblokir anggaran juga rawan penyalahgunaan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR tak lagi bisa bahas anggaran secara rinci
JAKARTA. DPR tak lagi bisa membahas anggaran sampai rinci bersama dengan unit organisasi, fungsi, program kegiatan dan jenis belanja atau yang biasa disebut dengan satu 3. Ini berdasarkan putusan Mahkahmah Konstitusi yang dibacakan, Kamis (22/5).Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal 15 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Majelis hakim konstitusi beralasan, kewenangan itu bisa menimbulkan masalah konstitusional. "Ketika DPR melalui Badan Anggaran memiliki kewenangan membahas RAPBN secara rinci, mereka terlalu jauh memasuki pelaksanaan perencanaan anggaran yang merupakan ranah eksekutif," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadhil saat membacakan putusan tersebut.Mahkamah Konstitusi menyatakan, kewenangan DPR membahas RAPBN dan anggaran sampai rinci bukanlah merupakan tugas dan kewenangan DPR. Sebaliknya, kewenangan itu merupakan urusan penyelenggara pemerintahan negara yang dilaksanakan presiden sebagai perencana dan pelaksana anggaran. Selain itu, Mahkamah Kontitusi juga membataklkan kewenangan DPR untuk membintangi anggaran. Majelis hakim konstitusi menilai pemberian tanda bintang yang dilakukan oleh DPR dalam proses pencairan anggaran bertentangan dengan konstitusi. Asal tahu saja, tanda bintang sebagai simbol pemblokiran anggaran.Fadhil menyatakan bahwa pemblokiran anggaran yang dilakukan oleh DPR dengan pemberian tanda bintang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan DPR. Menurutnya, kewenangan DPR ketika menyelenggarakan fungsinya dalam penyusunan dan penetapan APBN adalah hanya menyetujui atau tidak menyetujui. "Tanpa persyaratan seperti dengan menunda pencairan," ucapnya.Putusan ini merupakan uji materi terhadap Undang-Undang MD3 dan UU Keuangan Negara yang disampaikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Indonesia Budget Center (IBC) dan Indonesia Corruption Watch. Penggugat yang menamakan diri sebagai Tim Advokasi Penyelamat Keuangan Negara mempersoalkan empat permasalahan yang terkandung dalam uu tersebut.Salah satunya, soal kewenangan kewenangan DPR dalam membahas APBN sampai rinci. Menurut mereka, pemberian kewenangan tersebut kepada DPR telah menimbulkan ruang korupsi baru di parlemen. Karena, dengan kewenangan tersebut, DPR bisa memiliki kewenangan yang absolut dalam menentukan anggaran negara. Gara-gara kewenangan itu, anggota DPR bisa memainkan anggaran. Kewenangan memblokir anggaran juga rawan penyalahgunaan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News