DPR tak setuju pemerintah pusat beli saham Newmont



JAKARTA. Langkah pemerintah pusat membeli 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) jatah 2010 kian berat. Selain ancaman dari Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat yang bakal menyetop operasional perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu, DPR juga tak memberikan restu.

Wakil Ketua Komisi Pertambangan (VII) DPR Effendy Simbolon menyatakan, dalam rapat internal Januari 2011 lalu, wakil rakyat sudah memutuskan pemerintah daerahlah yang berhak mengambil saham NNT. Sebab, pemerintah pusat harus konsisten dengan keputusan awal mereka. "Sejak arbitrase dimenangkan, pusat enggak mau ambil sehingga diberikan ke daerah. Kalau pusat mau, harusnya dari awal," tegasnya kepada KONTAN, Jumat (25/3).

Makanya, Effendy merasa heran dengan sikap Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo yang ngotot mengambil sisa saham divestasi NNT itu. "Saya kira yang ngotot itu bukan pemerintah pusat tapi Menkeu," kata dia.


Kalau sisa saham divestasi NNT yang 7% itu jatuh ke tangan pemerintah pusat, kepemilikan Indonesia di NNT menjadi terpecah-pecah. "Jangan biarkan Newmont menganeksasi, harus diingat, dari awal Newmont tak punya niat baik, Newmont tak pernah secara sadar melakukan divestasi kalau bukan keputusan arbitrase," urai anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Effendy mengingatkan, Menkeu tidak bisa meremehkan keputusan Komisi VII itu. Soalnya, putusan bulat tersebut sudah mewakili DPR secara keseluruhan.

Anggota Komisi VII DPR Azwir Diani Tara menambahkan, komisinya juga telah memutuskan sumber dana untuk membeli saham NNT tak boleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kementerian Keuangan juga tak bisa menggunakan uang dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP), sebab dana investasi PIP juga dari APBN.

Azwir juga merasa ada kejanggalan di balik sikap Menkeu yang bersikeras membeli saham NNT. "Aneh, dulu pemerintah enggak berminat, kenapa di ujung-ujungnya berminat," tanya dia.

Bahkan, menurut anggota Fraksi Partai Golkar ini, tidak ada satu pun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berminat. Karena, jumlahnya kecil hanya 7% dan harganya mahal US$ 271,6 juta.

Soetan Bhatugana, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, pendukung utama pemerintah, juga meminta Menkeu mendengarkan aspirasi dan menuruti keputusan DPR. "Pemerintah itu kan pelaksana," ujarnya.

Meski para wakil rakyat tidak menyalakan lampu hijau, toh Menkeu bersikukuh tidak akan menyerahkan 7% saham NNT ke pemerintah daerah. Agus menganggap, ganjalan dari DPR maupun pemerintah daerah sebagai dinamika saja. Pasalnya, kewenangan ada di tangan pemerintah pusat. Dan, dalam kontrak dengan NNT, pemerintah pusat yang pertama kali berhak mengambil jatah saham divestasi tersebut.

Agus menambahkan, saat ini, pemerintah pusat sedang menyiapkan PIP untuk membeli 7% saham NNT. Tetapi, sampai 18 Maret lalu, persiapan mengakuisisi saham itu belum rampung sehingga pemerintah pusat minta perpanjangan waktu selama satu bulan.

Agus juga meminta Pemerintah Sumbawa Barat tidak menghentikan operasi NNT. "Jangan ada kegiatan yang membuat ketidakpastian hukum, iklim investasi tetap dijaga dengan baik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can