DPR tidak konsisten, ajukan interpelasi untuk moratorium remisi



JAKARTA. Interpelasi kebijakan moratorium remisi oleh sejumlah anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kian menegaskan watak DPR yang tidak konsisten. Dasar setiap keputusan yang diambil adalah terganggu tidaknya kepentingan mereka.

Sebelumnya DPR juga yang kerap mengkritisi obral remisi. Hal ini disampaikan Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch Adnan Topan Husodo kepada wartawan setelah mengikuti diskusi di DPD (9/12). "Kenapa sekarang mereka teriak? Karena ada banyak temannya yang akan dipenjara, sudah menanti di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)," katanya.

Ia memandang interpelasi sebagai bagian dari upaya menghadang efektivitas pemberantasan korupsi. Padahal ada sekian banyak pelanggaran yang lebih mendasar yang dilakukan pemerintah tapi dibiarkan saja oleh DPR.


"Upaya untuk melakukan efektivitas pemberantasan korupsi justru sering dipersoalkan karena kebijakan teknis. Dibilang tidak ada dasar hukum, melanggar HAM (Hak Asasi Manusia), padahal sering mereka abaikan konsep pelanggaran HAM dalam hal lain. Di mata politisi itu seolah enggak ada masalah melanggar hukum, kecuali bertentangan dengan kepentingan mereka," paparnya.

Bila DPR dalam hal ini memang serius ingin membantu menggalakkan upaya pemberantasan korupsi, maka ia meminta DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

"DPR dan Komisi III itu dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2012 harus mencantumkan RUU Perampasan Aset, bukan RUU KPK. Supaya penegak hukum punya peluang menyita aset yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, 28 Anggota dari 7 fraksi di Komisi III menandatangani angket interpelasi moratorium kebijakan remisi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.