KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu lalu, Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang senilai Rp 600 triliun, sebagai upaya penyelamatan ekonomi nasional di tengah wabah corona. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, mencetak uang besar-besaran bukanlah hal lazim yang dilakukan oleh bank sentral. Oleh karena itu, BI tidak akan melakukan pencetakan uang secara besar-besaran. "Jadi pandangan-pandangan tersebut tidak sejalan dengan hal yang lazim dilakukan oleh bank sentral, tentu tidak akan dilakukan juga oleh BI," ujar Perry di dalam rapat virtual dengan DPR RI, Rabu (6/5).
Baca Juga: BI: Meski cuma 2,97%, capaian ekonomi Indonesia lebih baik dibanding negara lain Lebih lanjut, Perry menjelaskan, dalam melakukan kebijakan moneter, bank sentral selalu melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mulai dari melakukan perencanaan, pencetakan, ataupun pemusnahan uang. Menurut Perry, jumlah uang yang akan dicetak oleh BI selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adapun indikator untuk menentukan jumlah uang yang dicetak adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, serta memperhatikan stok. "Kalau pertumbuhan ekonominya 5%, inflasinya 3% ya kurang lebih pertumbuhan dari pencetakan uang ya 5+3 sekitar 8%. Tapi juga mempertimbangkan stoknya, ada yang musnah dan sebagainya ya kurang lebih antara 8%-10% itu yang diakukan prosesnya," lanjut Perry. Keseluruhan proses ini, kata Perry, dilakukan sesuai dengan tata kelola yang telah digariskan oleh Undang-Undang (UU) Mata Uang. Proses ini pun selalu melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun, sehingga secara keseluruhan proses ini sesuai dengan yang seharusnya dilakukan.