JAKARTA. Anggota Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi mengaku, pesimistis RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani akan berdampak signifikan meningkatkan taraf ekonomi para petani. Hal ini disebabkan pemerintah menolak usul pembentukan Bank Pertanian di Indonesia. Saat ditemui Kontan disela Rapat Kerja (Raker) Komisi IV di Gedung DPR, Kamis (4/7), Viva mengatakan selama ini petani sulit mendapatkan bantuan permodalan dari perbankan. Kondisi sektor pertanian yang sulit mendapatkan kredit dari bank disebabkan oleh tiga faktor. "Pertama, pertanian dianggap tidak bankable. Kedua, pertanian tidak dianggap profitable. Ketiga, pertanian tidak dianggap accountable," kata Viva. Viva menambahkan, sulitnya para petani mendapatkan kucuran kredit modal usaha juga disebabkan karakter bisnis perbankan. Pelaku industri perbankan cenderung lebih menyukai sedikit kreditur, namun melakukan peminjaman dalam jumlah besar. "Bank itu banyak yang enggan memberi pinjaman kepada banyak kreditur, yang masing-masing jumlah pinjamannya kecil," jelas Wakil Sekretaris Jenderal PAN tersebut. Oleh sebab itu, Fraksi PAN ingin agar dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dimasukkan poin pembentukan Bank Pertanian. Sebab, lembaga seperti itu sudah mulai diterapkan di negara lain yang bukan negara agraris besar seperti Indonesia. "Malaysia, Thailand, Jepang, Nigeria dan Aljazair punya. Kenapa negara besar agraris seperti Indonesia tidak?," tanya Viva.
DPR usulkan Bank Pertanian di RUU Petani
JAKARTA. Anggota Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi mengaku, pesimistis RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani akan berdampak signifikan meningkatkan taraf ekonomi para petani. Hal ini disebabkan pemerintah menolak usul pembentukan Bank Pertanian di Indonesia. Saat ditemui Kontan disela Rapat Kerja (Raker) Komisi IV di Gedung DPR, Kamis (4/7), Viva mengatakan selama ini petani sulit mendapatkan bantuan permodalan dari perbankan. Kondisi sektor pertanian yang sulit mendapatkan kredit dari bank disebabkan oleh tiga faktor. "Pertama, pertanian dianggap tidak bankable. Kedua, pertanian tidak dianggap profitable. Ketiga, pertanian tidak dianggap accountable," kata Viva. Viva menambahkan, sulitnya para petani mendapatkan kucuran kredit modal usaha juga disebabkan karakter bisnis perbankan. Pelaku industri perbankan cenderung lebih menyukai sedikit kreditur, namun melakukan peminjaman dalam jumlah besar. "Bank itu banyak yang enggan memberi pinjaman kepada banyak kreditur, yang masing-masing jumlah pinjamannya kecil," jelas Wakil Sekretaris Jenderal PAN tersebut. Oleh sebab itu, Fraksi PAN ingin agar dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dimasukkan poin pembentukan Bank Pertanian. Sebab, lembaga seperti itu sudah mulai diterapkan di negara lain yang bukan negara agraris besar seperti Indonesia. "Malaysia, Thailand, Jepang, Nigeria dan Aljazair punya. Kenapa negara besar agraris seperti Indonesia tidak?," tanya Viva.