JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ngotot mengusulkan pemanfaatan tanah kesultanan dan kepakualaman bisa untuk kepentingan ekonomi. Para politisi Senayan ingin masalah pengelolaan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan ekonomi ini diatur secara tegas dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta.Keinginan DPR itu mencuat dalam forum lobi dengan pemerintah yang berlangsung, Kamis (17/11). Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengungkapkan, awalnya pemerintah mengusulkan pengelolaan dan pemanfaatan tanah kesultanan dan kepakualaman itu digunakan untuk kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan kebudayaan.Lalu, menurutnya, DPR ingin menambahkan kepentingan ekonomi dalam pemanfaatan tanah keraton. Menurutnya, DPR menginginkan sultan dan pakualam bisa menggunakan tanah dibawah kepemilikan kesultanan untuk komersialisasi, seperti hotel, mal, dan usaha bisnis lainnya. Tetapi, pemerintah menolak permintaan itu. Djohermansyah berdalih, kepentingan ekonomi sudah diakomodasi dalam kelompok kesejahteraan rakyat sehingga tidak perlu lagi. Namun, DPR bersikukuh kepentingan ekonomi itu dicantumkan secara eksplisit. Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja membenarkan hal ini. Dia mengatakan, DPR menginginkan kepentingan ekonomi masuk menjadi salah satu aspek dari pengelolaan dan pemanfaatan tanah kesultanan. "Kenyataannya kan ada yang digunakan untuk Mal Ambarukmo, Hotel Garuda, jadi mengapa tidak dimasukkan saja kata "ekonomi" nya?" tanyanya.Hakam berdalih, pencantuman kata-kata "kepentingan ekonomi" ini supaya sultan dan pakualam berwenang menggunakan tanahnya sebagai landasan usaha dan bisnis. Tetapi, dia mengatakan, belum ada keputusan final soal ini. Asal tahu saja, sultan dan paku alam menguasai 1% dari 3.800 hektare lahan di Yogyakarta.Forum lobi itu juga membahas soal badan hukum yang mengelola tanah sultan dan paku alam. Hakam mengatakan, pemerintah ingin pengelolaan itu diatur dalam badan hukum. Sementara dari pihak kraton, lanjutnya, lebih menginginkan subjek hak.Forum lobi itu juga mengusulkan pengelolaan tata ruang. Hakam mengatakan, pemerintah mengusulkan sultan hanya memiliki kewenangan mengatur tanah keperabon, sedangkan non keperabon diatur oleh pemerintah eksekutif. Yang termasuk tanah keperabon yakni tanah makam, istana, masjid, dan taman sari. Sedangkan tanah non keperabon yakni tanah untuk kampus, rumah sakit, dan instansi pemerintah. "Ini masih dibicarakan," lanjut Hakam.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DPR usulkan pemanfaatan tanah keraton untuk kepentingan ekonomi
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ngotot mengusulkan pemanfaatan tanah kesultanan dan kepakualaman bisa untuk kepentingan ekonomi. Para politisi Senayan ingin masalah pengelolaan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan ekonomi ini diatur secara tegas dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta.Keinginan DPR itu mencuat dalam forum lobi dengan pemerintah yang berlangsung, Kamis (17/11). Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengungkapkan, awalnya pemerintah mengusulkan pengelolaan dan pemanfaatan tanah kesultanan dan kepakualaman itu digunakan untuk kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan kebudayaan.Lalu, menurutnya, DPR ingin menambahkan kepentingan ekonomi dalam pemanfaatan tanah keraton. Menurutnya, DPR menginginkan sultan dan pakualam bisa menggunakan tanah dibawah kepemilikan kesultanan untuk komersialisasi, seperti hotel, mal, dan usaha bisnis lainnya. Tetapi, pemerintah menolak permintaan itu. Djohermansyah berdalih, kepentingan ekonomi sudah diakomodasi dalam kelompok kesejahteraan rakyat sehingga tidak perlu lagi. Namun, DPR bersikukuh kepentingan ekonomi itu dicantumkan secara eksplisit. Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja membenarkan hal ini. Dia mengatakan, DPR menginginkan kepentingan ekonomi masuk menjadi salah satu aspek dari pengelolaan dan pemanfaatan tanah kesultanan. "Kenyataannya kan ada yang digunakan untuk Mal Ambarukmo, Hotel Garuda, jadi mengapa tidak dimasukkan saja kata "ekonomi" nya?" tanyanya.Hakam berdalih, pencantuman kata-kata "kepentingan ekonomi" ini supaya sultan dan pakualam berwenang menggunakan tanahnya sebagai landasan usaha dan bisnis. Tetapi, dia mengatakan, belum ada keputusan final soal ini. Asal tahu saja, sultan dan paku alam menguasai 1% dari 3.800 hektare lahan di Yogyakarta.Forum lobi itu juga membahas soal badan hukum yang mengelola tanah sultan dan paku alam. Hakam mengatakan, pemerintah ingin pengelolaan itu diatur dalam badan hukum. Sementara dari pihak kraton, lanjutnya, lebih menginginkan subjek hak.Forum lobi itu juga mengusulkan pengelolaan tata ruang. Hakam mengatakan, pemerintah mengusulkan sultan hanya memiliki kewenangan mengatur tanah keperabon, sedangkan non keperabon diatur oleh pemerintah eksekutif. Yang termasuk tanah keperabon yakni tanah makam, istana, masjid, dan taman sari. Sedangkan tanah non keperabon yakni tanah untuk kampus, rumah sakit, dan instansi pemerintah. "Ini masih dibicarakan," lanjut Hakam.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News