KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengingatkan pemerintah soal utang jatuh tempo pada 2025 yang akan berdampak terhadap defisit APBN 2025. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Banggar DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal dalam Rapat Paripurna ke-21 Masa Persidangan V Tahun 2024, Selasa (9/7). "Potensi utang yang jatuh tempo pada tahun 2025 akan memberikan dampak terhadap defisit APBN 2025," kata Cucun.
Saat ditemui awak media sesuai Rapat Paripurna, Cucun menjelaskan bahwa yang akan dihadapi oleh pemerintahan baru yakni Prabowo Subianto tidaklah mudah. Apalagi, kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja sehingga merambat terhadap ekonomi domestik.
Baca Juga: Setoran Pajak Pertambangan Lesu, Sri Mulyani Beri Penjelasan Oleh karena itu, kondisi utang jatuh tempo pada tahun depan harus diperhatikan dalam penyusunan APBN 2025. "Karena
tools-nya ini kan APBN, bagaimana menjaga keseimbangan primer. Jangan sampai kita terlalu bernafsu untuk membuat program-program baru, sementara kondisi fiskalnya juga dalam keterbatasan," katanya.
Belum lagi, penerimaan negara pada tahun ini diperkirakan tidak mencapai target lantaran mengingat kondisi global juga sedang tidak baik-baik saja. "Kita juga agak
worry kalau semester II tidak sesuai target nanti akan jadi beban kepada pemerintah baru ke depan untuk mengakselerasi," katanya.
Baca Juga: Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 214,7 Triliun di Semester I-2024 Asal tahu saja, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang jatuh tempo pemerintah Indonesia pada tahun depan atau 2025 mencapai Rp 800 triliun.
Utang jatuh tempo tersebut menjadi rekor tertinggi yang akan dibebankan di pundak pemerintahan selanjutnya yakni Prabowo Subianto. Kendati begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa risiko dari profil utang jatuh tempo yang tinggi pada tahun 2025 sangat kecil apabila kondisi perekonomian Indonesia membaik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kredibel dan kondisi politiknya stabil. "Sehingga jatuh tempo yang seperti kelihatan tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal ekonomi dan politik tetap sama," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati