JAKARTA. Ketua Panja RUU Tentang Desa, Ahmad Muqqowam, meyakini RUU Tentang Desa yang sedang dibahas saat ini benar-benar akan berpihak pada desa. Hal ini disebabkan RUU ini banyak lima terobosan progresif di dalamnya. Menurut politisi yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR tersebut, RUU Tentang Desa sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Selama ini, UU No 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa hanya menempatkan desa tak lebih sebagai perpanjangan tangan negara. UU tersebut menempatkan desa sekadar sebagai alat untuk menjalankan fungsi administratif, kontrol atas teritori, penduduk, dan menjadi mesin politik penguasa. "UU ini menghilangkan desa sebagai entitas lokal," kata Muqqowam, di Gedung DPR, Kamis, (4/7). Walaupun semasa reformasi terbit UU No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan PP No 72 Tahun 2005, namun upaya ini menurut Muqqowam tak cukup. "Nyatanya masih banyak pembangunan di desa tidak mendukung pemberdayaan dan kemandirian desa," ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai PPP tersebut. Kondisi itulah, yang menurut Muqqowam, membuat pemerintah dan DPR sepakat untuk melahirkan UU baru tentang Desa. Adapun RUU Tentang Desa yang saat ini dalam pembahasan di Komisi II DPR, ia meyakini banyak memuat pasal-pasal progresif untuk membuat perubahan. Pertama, RUU Tentang Desa mengakui keberagaman desa di Indonesi. Termasuk juga desa adat yang keberadaannya lebih dahulu dari NKRI. Kedua, RUU Tentang Desa mengakomodasi beberapa asas seperti rekognisi, subsidiaritas dan demokrasi. Dengan asas rekognisi, negara mengakui dan menghormati hak asal-usul yang telah ada dan dimiliki desa sebelum lahirnya NKRI tahun 1945.
DPR yakin RUU Desa berpihak kepada desa
JAKARTA. Ketua Panja RUU Tentang Desa, Ahmad Muqqowam, meyakini RUU Tentang Desa yang sedang dibahas saat ini benar-benar akan berpihak pada desa. Hal ini disebabkan RUU ini banyak lima terobosan progresif di dalamnya. Menurut politisi yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR tersebut, RUU Tentang Desa sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Selama ini, UU No 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa hanya menempatkan desa tak lebih sebagai perpanjangan tangan negara. UU tersebut menempatkan desa sekadar sebagai alat untuk menjalankan fungsi administratif, kontrol atas teritori, penduduk, dan menjadi mesin politik penguasa. "UU ini menghilangkan desa sebagai entitas lokal," kata Muqqowam, di Gedung DPR, Kamis, (4/7). Walaupun semasa reformasi terbit UU No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan PP No 72 Tahun 2005, namun upaya ini menurut Muqqowam tak cukup. "Nyatanya masih banyak pembangunan di desa tidak mendukung pemberdayaan dan kemandirian desa," ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai PPP tersebut. Kondisi itulah, yang menurut Muqqowam, membuat pemerintah dan DPR sepakat untuk melahirkan UU baru tentang Desa. Adapun RUU Tentang Desa yang saat ini dalam pembahasan di Komisi II DPR, ia meyakini banyak memuat pasal-pasal progresif untuk membuat perubahan. Pertama, RUU Tentang Desa mengakui keberagaman desa di Indonesi. Termasuk juga desa adat yang keberadaannya lebih dahulu dari NKRI. Kedua, RUU Tentang Desa mengakomodasi beberapa asas seperti rekognisi, subsidiaritas dan demokrasi. Dengan asas rekognisi, negara mengakui dan menghormati hak asal-usul yang telah ada dan dimiliki desa sebelum lahirnya NKRI tahun 1945.