KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) menyatakan, penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dan penyempurnaannya ditargetkan kelar pada bulan Oktober 2022. Selanjutnya, hal tersebut akan dibahas di DPR pada tahun 2023 mendatang. “Oktober 2022 paling tidak kami targetkan selesai dan RUU Perkoperasian ke DPR, sehingga tahun depan bisa dibahas di DPR,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Selasa (21/6). Saat ini, KemenKopUKM masih terus berupaya mempercepat agar naskah RUU terselesaikan. Zabadi menjelaskan, RUU Perkoperasian yang ada di DPR sebelumnya ada di akhir periode 2019, dan seharusnya sudah ketok palu. Namun hingga kini masih tertunda dengan status
carry over (pengalihan pembahasan).
Dengan status carry over tersebut, pemerintah hanya membahas hal yang belum disepakati saja. Tapi rupanya belakangan, Ia mengungkap, status
carry over tersebut sudah habis masa berlakunya. “Kemudian ini yang menjadikan harus dibahas dari nol kembali. Tetapi ada beberapa hal yang sudah sampai pembahasan waktu itu. Terutama terkait dengan fungsi pengawasan, keberadaan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) khusus koperasi. Lalu adanya aturan sanksi pidana atas praktik-praktik yang merugikan koperasi, prinsip dan nilai koperasi yang sudah termuat dalam pembahasan sebelumnya,” ungkap Zabadi.
Baca Juga: Wabah PMK, KemenkopUKM Pertemukan Koperasi Peternak Susu dan Industri Pengolah Susu Pembaruan yang dilakukan sekarang, RUU juga akan membahas mengenai kepailitan koperasi. Sehingga diharapkan nanti saat pembahasan di DPR, kepailitan ini menjadi
concern. Pasalnya di perbankan maupun asuransi dalam menghadapi permasalahan, mereka tidak bisa di ajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kecuali lembaga otoritas, sebagaimana yang diatur oleh UU PKPU. “Padahal koperasi setiap saat bisa saja terancam posisinya. Dua orang cukup bisa mengajukan ke PKPU, nah ini tentu saja kami ingin adanya equalitas di sini. Di mana keberadaan koperasi khususnya KSP (Koperasi Simpan Pinjam), perlakuannya di dalam kepailitan di sejajar dengan perbankan dan asuransi,” katanya. Selanjutnya fungsi pengawasan koperasi juga menjadi fokus yang akan dibahas dalam RUU tersebut. Hal ini mengingat kasus koperasi bermasalah yang banyak terjadi. Anggota Komisi VI DPR Nyoman Parta mengatakan, kehadiran RUU Perkoperasian yang baru akan menjadi instrumen perlindungan bagi koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) dari segala kendala maupun ancaman yang datang. Diharapkan agar penyusunan terbaru draf RUU Perkoperasian di KemenKopUKM ini segera rampung agar segera dibahas di DPR.
Baca Juga: KemenKopUKM: UU Perkoperasian Perlu Direvisi Demi Dorong Ekosistem Bisnis Koperasi “Diharapkan justru tahun ini sudah masuk (pembahasan di DPR). Kalau tidak bisa masuk prolegnas ya minimal tahun 2023 harus selesai ketok palu,” harap Nyoman. Sebagai informasi, draft RUU yang saat ini tengah disusun KemenKopUKM ini merupakan pengganti dari UU Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, saat ini UU Perkoperasian lama yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan masih tetap berlaku untuk sementara waktu, sampai dengan ditetapkan undang-undang yang baru. Seiring perkembangan zaman UU tersebut memang memerlukan penyempurnaan agar tetap relevan bagi upaya pemberdayaan koperasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari