Draf UU BPJS rawan penyusupan pasal



JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) telah resmi menjadi undang-undang pada pekan lalu. Namun, hingga kini, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejatinya belum merampungkan penyusunan seluruh pasal dalam UU BPJS itu.

Koodinator Forum Masyarakat Parlemen Indonesia Sebastian Salang mengatakan, berbahaya jika sebuah aturan disahkan namun belum selesai penyusunan drafnya. "Sangat mungkin akan ada penghilangan ayat atau pasal, bahkan muncul pasal pesanan," ujar Sebastian, Senin (31/10).

Jika perubahan hanya menyangkut tanda titik atau koma, hal itu masih wajar. Namun, jika UU itu ternyata masih harus dilakukan sinkronisasi, bahkan belum dilakukan penomoran pasal dan ayat sangat tidak lazim. Walhasil,menurutnya, DPR hanya kejar tayang saja dalam UU BPJS.


Tentu saja, DPR menolak tudingan ini. Menurut anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka, dalam waktu dekat, DPR dan pemerintah akan melakukan penyusunan, sinkronisasi, dan penomoran pasal dan ayat dalam UU itu. "Kami akan jaga agar tidak terjadi penyusupan atau penghilangan pasal," kata Rieke, Senin (31/10).

Apalagi, UU ini tak hanya dikawal oleh DPR tapi juga oleh Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS). Bahkan, KAJS membentuk Sosial Security Watch atau BPJS Watch.

Sekretaris Jenderal KAJS, Said Ikbal mengatakan siap mengawal dan memastikan tidak terjadi penyusupan pasal dalam UU BPJS. Bahkan, BPJS Watch siap memastikan sejak 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan sudah melayani jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia serta memastikan kalau mulai 1 juli 2015, seluruh pekerja swasta akan mendapatkan jaminan pensiun wajib di BPJS Ketenagakerjaan.

Ke depan, kata Said, BPJS Watch juga akan mengawasi kinerja direksi BPJS, penggunaan investasi, laporan keuangan, dan sebagainya. "Kami tidak ingin UU BPJS seperti UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dibiarkan saja," katanya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief mengakui, pengesahan RUU BPJS menjadi UU memang dilematis. Di satu sisi, waktu pembahasan sudah habis dan di sisi lain, DPR juga tampak terlalu terburu-buru. "Bersama 20 serikat pekerja yang lain, kami masih konsolidasi karena masih banyak pertanyaan, namun sudah disahkan," kata Abdul.

Meski begitu, Abdul siap memantau proses penyelesaian draf RUU ini agar tak ada penyusupan pasal serta yang sudah disepakati tidak berubah lagi. "Proses sinkronisasi akan kami jaga agar tak melenceng," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can