Drajad: Harga IPO Krakatau Steel lebih murah dari Krakatau Posco



JAKARTA. Proses penawasan saham perdana PT Krakatau Steel masih menuai kontroversi. Drajad Wibowo, anggota Partai Amanat Nasional, menilai masih ada beberapa masalah dalam initial public offering produsen baja terbesar nasional tersebut.Drajad menilai harga saham perdana Krakatau Steel itu masih terlalu murah. Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) ini membandingkan dengan investasi PT Krakatau Posco. Menurutnya, dengan kurs Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat, maka nilai pasar 100% saham Krakatau Steel sebesar U$ 1,47 miliar. Bila kapasitas produksinya naik 2,5 juta tahun depan, maka nilai pasar Krakatau Steel menjadi US$ 588,4 per ton kapasitas produksi. Sementara, investasi Krakatau Posco senilai US$ 2,84 miliar untuk kapasitas 3 juta ton per tahun. Nilai buku dari investasi menjadi US$ 948 per ton rencana kapasitas. "Masa nilai pasar Krakatau Steel per ton 61% lebih rendah dari nilai rencana investasi Krakatau Posco. Tentu tidak masuk akal," ujar Drajad ke KONTAN, Jumat (5/11).Ia bilang, Krakatau Steel seharusnya lebih unggul dari Krakatau Posco. Sebab, Krakatau Steel merupakan perusahaan yang sudah beroperasi puluhan tahun sementara Krakatau Posco baru groundbreaking pada 20 Oktober lalu. Selain itu, Drajad mengatakan Krakatau Steel sedang dalam proses revitalisasi dengan biaya US$ 220 juta yang tuntas pada Desember 2010 dan ditambah US$ 360 juta pada April mendatang. "Hanya perusahaan busuk yang masuk BPPN yang nilai pasarnya jauh dibawah nilai buku investasi. Jadi jelas harga Krakatau Steel kemurahan atau investasi Krakatau Posco di-mark up," tandasnya.Makanya, Drajad minta jika proses penjatahan selesai harus dibuka siapa saja end buyers-nya. " Jangan hanya sampai pada sekuritasnya. Tapi dalam periode penjatahan sekarang, sebaiknya segera diinvestigasi rancangan penjatahan yg disiapkan oleh underwriters," pungkasnya.Soal siapa saja politisi yang ikut ambil bagian ini, Drajad memilih bungkam. "Sementara saya keep dulu lah kalau ini," kilahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can