Drone otomatis Lily mati, ribuan pemesan bisa refund



Satu lagi kerumunan ambisius pendanaan proyek drone mati. Kali ini kematian menerpa kamera terbang otomatis Lily. Meskipun berhasil membukukan pre-order senilai lebih dari US$ 34 juta dari 60.000 pelanggan, perusahaan pembuat drone Lily terpaksa tutup setelah gagal mengamankan pembiayaan untuk produksi skala penuh. Dalam sebuah posting di blog berjudul "The Adventure Comes to an End" pendiri Lily, Antoine Balaresque dan Henry Bradlow mengatakan, mereka siap mengembalikan uang kepada semua pelanggan. Mereka juga menyatakan, "menyesal dan kecewa" dengan kematian perusahaan. "Kami berpacu dengan waktu seiring dana yang terus berkurang," tulis kedua pendiri Lily.  "Selama beberapa bulan terakhir, kami telah mencoba mengamankan pembiayaan untuk memulai produksi dan mengapalkan unit pertama kami, tetapi kami gagal. Alhasil, dengan kesedihan yang mendalam kami nyatakan bahwa kami merencanakan untuk menutup perusahaan dan menawarkan pengembalian dana kepada pelanggan."

Baca juga:  Telah hadir kamera selfie yang bisa terbang

Pelanggan yang sudah memesan drone Lily dapat menerima kembali uangnya dalam 60 hari ke depan, meskipun kartu yang digunakan memesan pesawat kamera tak berawak itu telah kedaluwarsa, mereka harus mengisi formulir. Berita ini akan menjadi pukulan bagi konsumen yang kadung kepincut dengan janji kehadiran Lily. Cuplikan promo awal dari kamera terbang tak berawak yang akan mengikuti ke mana pemiliknya bergerak telah menggugah orang tentang bagaimana teknologi penginderaan pintar bisa mengubah ‘quadcopters’ (perangkat yang memiliki 4 motor dan 4 baling-baling) ke dalam perangkat fotografi yang kuat. Video promo Lily yang mengesankan itu menunjukkan, untuk mengaktifkan drone Lily sangat sederhana. Cukup melemparkannya ke udara, dan Lily otomatis bisa mengikuti pengguna yang mengenakan keping pelacak di tangan, lalu membidik gambar dan merekam video di sepanjang jalan. Drone yang katanya tahan air itu menawarkan daya tahan baterai hingga 20 menit, dengan harga pre-order US$ 499 per unit.


Namun, seperti yang kita lihat di mana proyek-proyek drone gagal, seperti Zano (kegagalan Kickstarter terbesar di Eropa), langkah dari prototipe masuk ke manufaktur skala penuh adalah sesuatu yang sulit. Dan di dalam industri, di mana margin begitu tipis - bahkan perusahaan mapan seperti Parrot pun harus melakukan perampingan – maka kegagalan drone Lily adalah kekecewaan, bukan sebuah kejutan.  

Editor: Mesti Sinaga