Drum lokal, berhoki internasional



Mungkin tak banyak yang tahu, drum lokal merek Ahay telah dikenal dan dipasarkan di empat benua. Adalah Arif Hidayat Ay, pencipta dan produsen merek drum ini.

Hobinya bermusik saat remaja menjadi modal untuk meraih kesuksesan tersebut. Sebelum menjadi produsen drum, Arif pernah mencicipi dunia kerja sebagai karyawan selama empat tahun di sebuah perusahaan pertambangan di Pulau Wetar, Maluku Tenggara. Kendati berhasil menjabat sebagai supervisor, ia memutuskan keluar dari perusahaan itu dan kembali ke Jakarta. “Saya tak ingin menghabiskan hidup di pulau yang sepi itu,” tutur Arif.

Pria yang besar di Bekasi, Jawa Barat, ini sempat melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Jayabaya. Namun, karena orangtua tak lagi mendukung biaya, Arif berpikir untuk mencari uang sendiri. Lantas, pria yang berpenampilan sederhana ini merintis bisnis rental studio dan perbaikan alat-alat musik. “Saat bekerja di tambang, saya pernah sukses mendadani satu set alat musik kantor sehingga kami bisa bermain band sebagai hiburan,” ujar dia. 


Tak butuh waktu lama, bisnis Arif melejit. Fulus lancar mengalir terutama dari jasa perbaikan drum yang belum banyak pesaing. “Usaha servis kian ramai setelah saya pasang iklan baris di Pos Kota,” kenang dia. 

Tak hanya jasa perbaikan, Arif menjual drum bekas yang sudah diperbaiki menggunakan beberapa komponennya. Dia sempat membuka cabang di Bandung. Dalam waktu dua tahun, Arif bisa segera menikmati jerih payahnya. Dia mampu membeli rumah di Bekasi, motor, dan dua mobil.

Ada 12 karyawan yang membantunya di usaha ini. Sayang, krisis ekonomi pada era 1998 ikut berimbas pada bisnisnya.  

Produksi drum premium

Bersamaan dengan krisis 1998 itu, sedang ramai perbincangan soal pembentukan provinsi baru, yakni Provinsi Bangka Belitung (Babel). Arif tertantang untuk kembali ke kampung halamannya itu. Sebagai konsekuensinya, tak hanya menutup usaha reparasi drum, ia pun menjual semua asetnya. “Mobil Fiat saya sampai dijual kiloan oleh kakak saya karena butuh uang cepat. Padahal, saat itu masih bisa jalan,” seru Arif. 

Di sana, Arif memugar rumah orangtuanya menjadi kost-kostan. Ayah dua anak ini juga sempat menjadi tukang kredit kompor gas hingga menjadi ojek buat penghuni kos di rumahnya. 

Setelah proses pembentukan Provinsi Babel selesai, Arif pun mengikuti seleksi pegawai negeri sipil (PNS). Tak disangka, dia lolos dalam seleksi ini. “Padahal, waktu itu, pelamar untuk posisi saya ada ratusan,” ujar pria 41 tahun ini. Saat menjadi PNS itu, dia menikahi Lusiani. 

Pada 2008, Arif berpindah tugas di kantor perwakilan Provinsi Babel di Jakarta. Dia pun menyambut senang tugas baru ini lantaran di Ibukota, dia bisa menggali banyak peluang. Timbul niat untuk merintis lagi usaha perbaikan drum. 

Sempat terpikir olehnya untuk mulai membuat drum. Namun, melihat ramainya persaingan dengan produk drum impor, Arif akhirnya memutuskan untuk membuat simbal drum saja. Sayang, usaha ini gagal karena ia tak sepenuhnya menguasai teknik pembuatan simbal. Padahal, riset untuk pembuatan simbal ini menghabiskan dana hingga ratusan juta.

Dari kegagalan ini, Lusiani yang ikut ke Jakarta pun menyarankan Arif untuk membuat drum. “Dia sudah menguasai tekniknya dan punya keahlian dalam bidang drum,” kata Lusiani.

Setelah melakukan berbagai riset, Arif memilih produksi drum untuk segmen premium dengan memakai kayu solid (utuh). Sejak awal, ia mengutamakan kayu-kayu asal Indonesia, yakni  kayu sonokeling (java rosewood), makassar ebony, kayu karet (hevea), dan red mahogany.

Nama Ahay, yang merupakan kependekan dari namanya, dia usung sebagai merek. Karena harganya mahal, Ahay mengincar pemakai drum asal luar negeri. Dia memanfaatkan Facebook untuk menjaring konsumen yang ingin memesan drum secara customized

Dari sosial media ini pula, Arif bertemu dengan Georg Skrenek, ahli perkayuan asal Austria dan produsen drum, yang sekarang menjadi rekanannya. Skrenek tertarik dengan produk Ahay lantaran menggunakan kayu solid. Alhasil, hingga kini, Arif memasok tabung drum khusus untuk pasar Austria dengan merek ABD Denish. Untuk produk ini, Arif menggunakan kayu merbau. Saban bulan, Arif bisa mengirim hingga ratusan unit tabung drum ke Austria.

Dari kerjasama itu pula, Arif bisa membuka kantor penjualan Ahay di Vienna. Kini, pengiriman drum Ahay sudah mencapai Eropa, Amerika, Australia, dan negara Asia lain. 

Arif pun melebarkan jaringan dagangnya. Dia memproduksi drum berbahan baku acrylic dan plywood supaya harga jual lebih terjangkau.

Kini, Arif mampu memproduksi ratusan drum set saban bulan dengan omzet mencapai Rp 400 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asih Kirana