DSSA akan cairkan pinjaman US$ 160 juta



JAKARTA. PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menggenjot pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Tahun ini, perusahaan milik Grup Sinarmas itu akan menarik pinjaman sekitar US$ 160 juta untuk memenuhi ekspansi dua proyek listriknya.

Proyek setrum yang tengah dikerjakan yakni PLTU Kendari III berkapasitas 2x50 megawatt (MW) dan PLTU Kalteng I berkapasitas 2x100 MW.

Nilai investasi PLTU Kalteng I mencapai US$ 337 juta. Perusahaan telah memperoleh pinjaman dari Bank Mandiri sebesar US$ 260 juta. Sisanya akan dirogoh dari kas internal.


Sementara itu, PLTU Kendari III memiliki nilai investasi US$ 200 juta. DSSA juga sudah memperoleh pendanaan dari China Development Bank Corporation sebesar US$ 150 juta untuk proyek ini.

"Fasilitas pinjaman tersedia yang akan dicairkan sekitar US$ 160 juta untuk dua proyek itu," ujar Hermawan Tarjono, Direktur dan Sekretaris Perusahaan DSSA kepada KONTAN, Rabu (17/5).

Ia menjelaskan, PLTU Kalteng I telah memasuki tahap pembangunan fisik. DSSA sudah menggenggam kontrak pembelian listrik alias power purchase agreement (PPA) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) selama 25 tahun untuk kedua proyek listriknya. Target operasional proyek itu pada 2019 mendatang.

Hermawan juga optimistis proyek listrik dapat memberi kontribusi US$ 170 juta dari target pendapatan DSSA tahun ini yang sebesar US$ 900 juta.

DSSA yakin pendapatannya naik 30% dari tahun 2016 lalu, lantaran PLTU Sumsel V berkapasitas 2x150 MW akan beroperasi mulai tahun ini.

Hermawan mengatakan, perusahaan juga masih akan menjajaki proyek-proyek independent power producer (IPP) yang ditawarkan PLN. "Kami juga akan mencari berbagai alternatif sumber pendanaan jangka panjang," imbuhnya.

DSSA telah menyiapkan belanja modal US$ 150 juta untuk tahun ini. Sebesar 75% dana capex tersebut berasal dari pinjaman perbankan. DSSA ingin melakukan sinergi bisnis tambang batubara yang sudah berjalan dengan bisnis pembangkit listrik.

Hingga akhir 2016, pendapatan DSSA masih turun 6% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi US$ 712 juta. Sekitar 54% pendapatan perusahaan masih berasal dari bisnis batubara.

Lalu, laba tahun berjalan perusahaan pada tahun lalu sebesar US$ 65 juta, masih turun 46% karena ada kenaikan beban pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto