DSSA dan UFS Rombak Kesepakatan



JAKARTA. Transaksi tukar guling saham antara PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dengan United Fiber System, Ltd (UFS) tak kunjung terlaksana. Kedua perusahaan ini malah mengubah kesepakatan yang akan berbuntut pada perubahan valuasi perusahaan.

Hermawan Tarjono, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Dian Swastatika Sentosa, mengatakan, pekan ini perusahaannya dan UFS akan menandatangani kesepakatan jual beli (SPA) saham yang baru. "Ada beberapa syarat dan kondisi yang berubah disesuaikan dengan kondisi terakhir," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Sayang, Hermawan masih enggan menyebut secara rinci poin-poin perjanjian kerjasama yang berubah. Ia hanya bilang, selain kesepakatan harga saham, jumlah saham yang akan ditukar guling pun akan berubah. Hermawan berjanji akan menjelaskan secara mendetail terkait perubahan tersebut pasca-penandatanganan SPA terlaksana.


Pada skenario awal, DSSA membeli 44,28 miliar atau setara dengan 92,77% saham rights issue UFS. Harga saham baru itu dibanderol seharga S$ 3,5 sen. Pembelian saham itu dibayar dengan 3,94 miliar saham PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS), anak usaha DSSA. Jumlah itu setara dengan 66,99% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh milik DSSA pada GEMS.

Harga saham GEMS yang disepakati adalah Rp 2.750 per saham. Setelah transaksi ini, DSSA tetap menjadi pemegang saham GEMS secara tidak langsung.

Rampung akhir 2013

Sebenarnya transaksi ini diharapkan kelar pertengahan 2012 lalu. Namun, transaksi molor. Penyebabnya, GMR Infrastructure Investments, pemilik saham GEMS lainnya, ingin terlibat dalam aksi swap ini. Untuk itu mereka menyusun kesepakatan baru. DSSA akan membeli 65,22% saham UFS, sedangkan GMR akan menguasai sekitar 29,2% saham UFS. Adapun ketentuan terkait nilai valuasi menggunakan kesepakatan awal.

Hingga pengujung 2012, transaksi ini belum juga terlaksana. Otoritas bursa efek, baik Singapura maupun Indonesia, tak kunjung mengeluarkan izin. Tak jelas apa alasan kedua bursa tersebut. Yang jelas, Hermawan pernah bilang, pihaknya dan UFS masih meladeni pertanyaan otoritas pasar modal kedua negara.

Transaksi ini juga diwarnai memburuknya pasar batubara global. GEMS yang merupakan perusahaan batubara ikut terkena imbas. Harga saham GEMS melandai, begitu pula harga saham UFS. Inilah yang membuat manajemen DSSA dan UFS sepakat mengganti valuasi. Keduanya sepakat menggunakan laporan keuangan Desember 2012 sebagai dasar valuasi.

Kinerja GEMS dan UFS per akhir tahun lalu tidak begitu menggembirakan. Laba bersih GEMS anjlok dari Rp 314,33 miliar menjadi Rp 177,74 miliar. UFS lebih parah lagi.

Perusahaan investasi yang mayoritas asetnya ada di Indonesia ini mencatatkan kenaikan nilai kerugian. Berdasarkan laporan keuangan resmi UFS, pada tahun 2011 perusahaan itu hanya mencatat kerugian senilai S$ 33,35 juta. Namun, tahun 2012 lalu, angkanya membengkak menjadi S$ 73,29 juta. "Pada kesepakatan yang baru, kami akan agunkan buku Juni 2013 sebagai dasar valuasi," tutur Hermawan.

Hermawan berharap, target transaksi kelar akhir tahun 2013 bisa tercapai. Asal tahu saja, UFS memiliki sejumlah konsesi hutan di Kintap, Kalimantan Selatan. UFS menguasai lahan ini melalui PT Hutan Rindang Benua (HRB). UFS juga menguasai saham PT Mangium Anugerah Lestari (MAL), yaitu produsen kayu chip yang berlokasi di Pulau Laut, Kotabaru, Kalsel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amailia Putri