Dua emiten bakal ditendang otoritas bursa



JAKARTA. Saham dua emiten, PT Davomas Abadi Tbk dan PT Katarina Utama Tbk, terancam dikeluarkan dari papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Ancaman delisting ini dilontarkan oleh otoritas bursa menyusul penilaian atas ketidakjelasan itikad manajemen dalam mengelola perusahaan.Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, mengungkapkan, pengelola kedua emiten tidak terlihat berniat melakukan perbaikan. Bahkan, "Kami kesulitan menghubungi manajemen Davomas," ujar dia, Selasa (17/7).

BEI sudah beberapa kali mengirimkan surat dan menyambangi kantor kedua emiten itu. Namun upaya itu tak membawa hasil. BEI mendapati, sudah tidak ada kegiatan operasional di pabrik pengolahan coklat milik Davomas. Bahkan, kantornya sudah tidak berpenghuni.


Mengutip laporan keuangan per akhir kuartal III-2011, emiten dengan kode saham DAVO itu melaporkan penjualan bersih senilai Rp 729,44 miliar. Namun, tingginya beban keuangan, mengakibatkan Davomas menanggung rugi senilai Rp 122,14 miliar.

Emiten itu juga gagal melunasi utang bunga obligasi senilai US$ 3,56 miliar, yang jatuh tempo pada 7 Maret 2012. Akibatnya, perdagangan saham DAVO disuspensi.

Perdagangan saham DAVO juga pernah terkena sanksi suspensi pada 2009, akibat gagal bayar obligasi. Tak cuma itu, Davomas belum menyerahkan laporan keuangan audit tahun 2001.

Harus ditindak tegas

Untuk Katarina, otoritas bursa masih mengejar informasi struktur pemegang saham perseroan. Emiten dengan kode saham RINA itu, terendus ketidakberesannya sejak awal tahun lalu.

Manajemen Katarina dilaporkan menyelewengkan perolehan dana hasil penjualan saham perdana yang digelar tahun 2009, senilai Rp 30,9 miliar. Pengelola perusahaan sektor infrastruktur telekomunikasi itu juga dituding sengaja memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009.

Otoritas BEI mengaku sudah memberi kesempatan terakhir ke manajemen Katarina. "Jika tidak ditanggapi, akan kami selesaikan secara adat," tutur Hoesen.

Maksud Hoesen, BEI akan melakukan forced delisting, alias pencopotan paksa saham emiten dari papan BEI. Emiten bisa ditendang paksa berdasarkan beberapa pertimbangan.

Pertama, emiten mengalami kondisi yang membawa imbas negatif terhadap kelangsungan usaha. Korporasi dinilai tidak bisa menunjukkan indikasi pulih, baik secara finansial, hukum, maupun sebagai perusahaan terbuka.

Kedua, saham emiten bersangkutan disuspen di pasar reguler dan pasar tunai. Jadi, saham perusahaan hanya diperdagangkan di pasar negosiasi, sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Airlangga Hartarto, Ketua Asosiasi Emiten Indonesia, mendukung rencana BEI tersebut. "Seharusnya sudah dilakukan sejak dulu," kata dia.

Dua emiten itu, menurut Airlangga, sudah tidak memiliki prospek dan itikad baik untuk membenahi kondisi. Katarina dan Davomas sudah tidak tergabung dalam asosiasi sejak dua tahun lalu. "Karena mereka tidak bisa dihubungi dan tidak membayar iuran," ujar Airlangga.

Dia mengusulkan, otoritas mengambil tindakan tegas paling lambat dua tahun, setelah manajemen emiten terbutki tidak kooperatif. Tindakan tegas itu termasuk pencopotan paksa dari papan bursa.

Di luar isu forced delisting, tiga dari tujuh emiten yang telat menyerahkan laporan keuangan tahun 2011, telah membayar denda Rp 600 juta.Mereka adalah, PT Mitra International Resources Tbk (MIRA), PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB), dan PT Sierad Produce Tbk (SIPD). Transaksi MIRA dan TRUB sudah lepas dari suspensi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah