JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tengah berpacu dengan waktu untuk menghindarkan diri dari ancaman gagal bayar (default) atas obligasi senilai US$ 375 juta yang diterbitkan anak usahnya, Enercoal Resources Pte. Ltd. (Enercoal). Obligasi yang diterbitkan pada 5 Agustus 2009 itu bakal segera jatuh tempo pada Selasa (5/8) lusa. Artinya, jika negosiasi untuk melakukan restrukturisasi tak kunjung disetujui para pemegang obligasi, surat utang anak usaha BUMI itu akan berstatus default. Hingga saat ini, BUMI memang masih melakukan negosiasi terkait restrukturisasi obligasi Enercoal. Seperti diberitakan Bloomberg, Jumat (1/8), BUMI dikabarkan telah mengirimkan surat permohonan restrukturisasi yang baru kepada pemegang obligasi.
Surat itu antara lain berisi permohonan perpanjangan jatuh tempo obligasi Enercoal menjadi April 2018. Jatuh tempo ini lebih cepat tiga tahun dibandingkan permohonan awal yang diajukan BUMI pada tanggal 5 Juni 2014 lalu. Tak hanya itu, BUMI juga mempertimbangkan untuk memecah surat utang itu menjadi obligasi konversi (convertible bonds) dan straight debentures. Poin ketiga adalah BUMI memohon penurunan kupon obligasi dari 9,25% menjadi 8,5%. Permohonan baru ini pun lebih tinggi dari proposal 5 Juni 2014 dimana BUMI ingin memangkas kupon obligasi menjadi 7%. BUMI pun sejatinya sudah bernegosiasi dengan beberapa pemegang obligasi termasuk komite ad-hoc yang diwakili Nan Fung Investment Advisors Ltd. dan Vervain Income Investment Ltd. Namun, hingga kini, BUMI dan pemegang obligasi belum mencapai kata sepakat atas proposal restrukturisasi tersebut. Ketika dimintai konfirmasi oleh KONTAN, Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI enggan berkomentar lebih jauh mengenai restrukturisasi obligasi Enercoal. "Saya sedang di luar negeri dan baru akan kembali ke Jakarta minggu depan," kata Dileep. BUMI sebenarnya sudah sempat menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) pada 20 Juni 2014 lalu. Namun, RUPO tersebut tidak bisa memberikan keputusan lantaran gagal memenuhi persyaratan kuorum. Restrukturisasi menjadi jalan satu-satunya BUMI untuk menghindari ancaman default. Soalnya, melihat kondisi keuangan yang morat-marit, BUMI tentu sulit untuk melunasi obligasi tersebut sesuai tanggal jatuh tempo. Bayangkan, BUMI hanya memiliki kas dan setara kas senilai US$ 27,68 juta per 31 Maret 2014.
Minimnya kas internal ini juga yang menjadi penyebab BUMI gagal membayar kupon obligasi valas yang telah jatuh tempo pada 12 Mei 2014. Nilai obligasi yang diterbitkan anak usaha BUMI, Bumi Capital Pte Ltd, itu sebesar US$ 300 juta. Namun, menurut manajemen BUMI, perseroan memiliki waktu tenggang hingga 11 Juni 2014. Jika pada tanggal itu BUMI tidak juga memenuhi kewajibannya, maka pemegang obligasi berhak meminta percepatan pembayaran. Bank of New York selaku administrator sistem akan meminta pemegang obligasi untuk memutuskan secara voting terkait wanprestasi (default). Jika mayoritas suara menyetujui, maka BUMI wajib membayar obligasi berbunga 12% per tahun itu. Adapun, obligasi ini memiliki waktu jatuh tempo 10 November 2016. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan