JAKARTA. Banyak ekonom yang meramal kondisi ekonomi global bakal lebih optimis menjelang tahun 2013. Tapi, Bank Indonesia (BI) mengingatkan, ada dua risiko besar yang mengancam ekonomi global dan bisa menyeret ekonomi Indonesia. Makanya, Indonesia dituntut untuk mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing.Gubernur BI Darmin Nasution menguraikan, dua risiko itu adalah Pertama, risiko berlanjutnya ketidakpastian penanganan krisis Eropa. Kedua, risiko dari kebijakan peningkatan pajak dan pemangkasan anggaran belanaj Amerika Serikat secara otomatis yang menimbulkan jurang fiskal (fiscal cliff)."Apabila tidak mampu dimitigasi, dapat menambah kompleksitas dalam pengelolaan kebijakan makro kita," jelas Darmin dalam pidato Bankers Dinner akhir pekan lalu.Menurutnya, dalam publikasi edisi Oktober 2012, Dana Moneter Internasonal (IMF) mengingatkan bahwa kegagalan mengatasi kombinasi dua risiko global ini bakal menyeret negara maju dalam pusaran resesi. Sehingga ekonomi global hanya akan tumbuh 2% dari skenario sebelumnya yang sekitar 3,6%.Untuk menghadapi persoalan ini, Indonesia dituntut untuk mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing. Menurutnya, beberapa hal yang perlu dibenahi antara lain pembangunan konektivitas domestik yang lebih efisien dan handal, perbaikan kemudahan berbisnis, harmonisasi regulasi, dan reformasi birokrasi.Dengan risiko global dan permasalahan domestik yang kompleks, BI akan terus melakukan kalibrasi bauran kebijakan yang terdiri dari instrumen suku bunga, nilai tukar dan makroprudensial. Dalam bauran kebijakan ini, respon suku bunga akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan dalam pencapaian sasaran inflasi sebesar 4,5% plus minus 1% pada tahun 2013 dan berperan sebagai kebijakan kontra siklikal untuk memperkuat momentum pertumbuhan.Dalam mewujudkan ini tentu saja BI tak bisa berjalan sendiri. Perlu ada dukungan dan kerjasama dari pemerintah dari sisi kebijakan fiskal.Pengamat Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika mengungkapkan untk memitigasi dua risiko yang membayangi Indonesia di tahun 2013, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, "Pemerintah harus menyelamatkan APBN sehingga alokasinya betul-betul dimanfaatkan untuk memitigasi kriis ekonomi," ungkapnya Minggu (25/11).Menurutnya, permasalahan utama yang dihadapi Indonesia ketika krisis global seperti saat ini adalah penurunan kinerja ekspor. Makanya, Erani bilang pemerintah perlu memberikan insentif untuk mencegah penurunan ekspor secara tajam. Instrumen untuk memberikan insentif ekspro ini, kata Erani bisa diberikan melalui instrumen fiskal maupun non fiskal.Kedua, pemerintah harus bisa memastikan agar implementasi APBN bisa lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tingkat penyerapan anggaran belanja harus benar-benar diperbaiki sehingga tidak terjadi penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun.Di luar itu, untuk mengkompensasi penurunan ekspor pemerintah perlu mengembangkan investasi. Agar investasi terdorong, pemerintah perlu memperbaiki iklim investasi. "Percepatan perizinan, perbaikan infrastruktur, dan pembebasan lahan merupakan hal utama yang harus dilakukan," ujarnya.Ekonomi 2013 cukup prospektifDarmin mengungkapkan, ke depan Indonesia masih memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Pasalnya, Indonesia memiliki tiga modal dasar yang cukup kuat yaitu kondisi ekonomi yang stabil, permintaan domestik dengan basis kelas menengah yang tumbuh dan ketersediaan ruang kebijakan yang cukup memadai untuk meredam risiko global.Menurutnya, ketiga basis kekuatan ekonomi tersebut akan tetap menumbuhkan keyakinan pelaku ekonomi. Sehingga, "Dapat menjadi daya dorong bagi berlanjutnya proses akumulasi modal baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri," kata Darmin.Dengan prognosa ini, BI memperkirakan laju pertumbuhan investasi yang pada tahun 2012 tumbuh 10,7% bakal meningkat menjadi 11,6% - 12% pada tahun 2013. Sementara itu, kekuatan daya beli masyarakat mampu menciptakan pertumbuhan konsumsi domestik sekitar 5% - 5,4%.Di sisi ekspor, meski belum terlalu pulih namun pada tahun 2013 diperkirakan sudah menunjukkan perbaikan. Darmin bilang ekspor tahun 2013 bakal tumbuh sekitar 5,4% - 5,8% seiring membaiknya harga komoditas global. Dengan prospek pertumbuhan ini, "Kami optimis perekonomian nasional tahun 2013 akan tumbuh 6,3% - 6,7%," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dua risiko global mengintai Indonesia
JAKARTA. Banyak ekonom yang meramal kondisi ekonomi global bakal lebih optimis menjelang tahun 2013. Tapi, Bank Indonesia (BI) mengingatkan, ada dua risiko besar yang mengancam ekonomi global dan bisa menyeret ekonomi Indonesia. Makanya, Indonesia dituntut untuk mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing.Gubernur BI Darmin Nasution menguraikan, dua risiko itu adalah Pertama, risiko berlanjutnya ketidakpastian penanganan krisis Eropa. Kedua, risiko dari kebijakan peningkatan pajak dan pemangkasan anggaran belanaj Amerika Serikat secara otomatis yang menimbulkan jurang fiskal (fiscal cliff)."Apabila tidak mampu dimitigasi, dapat menambah kompleksitas dalam pengelolaan kebijakan makro kita," jelas Darmin dalam pidato Bankers Dinner akhir pekan lalu.Menurutnya, dalam publikasi edisi Oktober 2012, Dana Moneter Internasonal (IMF) mengingatkan bahwa kegagalan mengatasi kombinasi dua risiko global ini bakal menyeret negara maju dalam pusaran resesi. Sehingga ekonomi global hanya akan tumbuh 2% dari skenario sebelumnya yang sekitar 3,6%.Untuk menghadapi persoalan ini, Indonesia dituntut untuk mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing. Menurutnya, beberapa hal yang perlu dibenahi antara lain pembangunan konektivitas domestik yang lebih efisien dan handal, perbaikan kemudahan berbisnis, harmonisasi regulasi, dan reformasi birokrasi.Dengan risiko global dan permasalahan domestik yang kompleks, BI akan terus melakukan kalibrasi bauran kebijakan yang terdiri dari instrumen suku bunga, nilai tukar dan makroprudensial. Dalam bauran kebijakan ini, respon suku bunga akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan dalam pencapaian sasaran inflasi sebesar 4,5% plus minus 1% pada tahun 2013 dan berperan sebagai kebijakan kontra siklikal untuk memperkuat momentum pertumbuhan.Dalam mewujudkan ini tentu saja BI tak bisa berjalan sendiri. Perlu ada dukungan dan kerjasama dari pemerintah dari sisi kebijakan fiskal.Pengamat Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika mengungkapkan untk memitigasi dua risiko yang membayangi Indonesia di tahun 2013, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, "Pemerintah harus menyelamatkan APBN sehingga alokasinya betul-betul dimanfaatkan untuk memitigasi kriis ekonomi," ungkapnya Minggu (25/11).Menurutnya, permasalahan utama yang dihadapi Indonesia ketika krisis global seperti saat ini adalah penurunan kinerja ekspor. Makanya, Erani bilang pemerintah perlu memberikan insentif untuk mencegah penurunan ekspor secara tajam. Instrumen untuk memberikan insentif ekspro ini, kata Erani bisa diberikan melalui instrumen fiskal maupun non fiskal.Kedua, pemerintah harus bisa memastikan agar implementasi APBN bisa lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tingkat penyerapan anggaran belanja harus benar-benar diperbaiki sehingga tidak terjadi penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun.Di luar itu, untuk mengkompensasi penurunan ekspor pemerintah perlu mengembangkan investasi. Agar investasi terdorong, pemerintah perlu memperbaiki iklim investasi. "Percepatan perizinan, perbaikan infrastruktur, dan pembebasan lahan merupakan hal utama yang harus dilakukan," ujarnya.Ekonomi 2013 cukup prospektifDarmin mengungkapkan, ke depan Indonesia masih memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Pasalnya, Indonesia memiliki tiga modal dasar yang cukup kuat yaitu kondisi ekonomi yang stabil, permintaan domestik dengan basis kelas menengah yang tumbuh dan ketersediaan ruang kebijakan yang cukup memadai untuk meredam risiko global.Menurutnya, ketiga basis kekuatan ekonomi tersebut akan tetap menumbuhkan keyakinan pelaku ekonomi. Sehingga, "Dapat menjadi daya dorong bagi berlanjutnya proses akumulasi modal baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri," kata Darmin.Dengan prognosa ini, BI memperkirakan laju pertumbuhan investasi yang pada tahun 2012 tumbuh 10,7% bakal meningkat menjadi 11,6% - 12% pada tahun 2013. Sementara itu, kekuatan daya beli masyarakat mampu menciptakan pertumbuhan konsumsi domestik sekitar 5% - 5,4%.Di sisi ekspor, meski belum terlalu pulih namun pada tahun 2013 diperkirakan sudah menunjukkan perbaikan. Darmin bilang ekspor tahun 2013 bakal tumbuh sekitar 5,4% - 5,8% seiring membaiknya harga komoditas global. Dengan prospek pertumbuhan ini, "Kami optimis perekonomian nasional tahun 2013 akan tumbuh 6,3% - 6,7%," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News