JAKARTA. Hadirnya mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC) sempat menjadi kekhawatiran Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi). Sampai-sampai mantan Walikota Solo itu harus menulis surat kepada Wakil Presiden Boedion terkait hal ini.Selanjutnya, muncul usulan agar penjualan mobil murah ini dibatasi di Jakarta. Hal ini di satu sisi memang dimaklumi sebagai upaya agar kendaraan pribadi tidak membanjiri jalanan ibukota yang sudah begitu macet. Namun, efek lain yang mungkin akan dihadapi DKI Jakarta jika mobil murah ini benar-benar dibatasi adalah berkurangnya pendapatan Pemprov DKI dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).“Sejauh ini yang terbesar masih dari Bea Balik Nama (BBN) kendaraan bermotor. Tahun ini, targetnya Rp 5,8 triliun, disusul PKB yang ditargetkan mencapai Rp 4,6 trilliun,” ujar Kepala Dinas Pelayanan Pajak Pemprov DKI Jakarta, Iwan Setiawandi, Jumat (20/9).Menurut Iwan, pembatasan penjualan mobil murah di Jakarta otomatis berpengaruh pada penerimaan pajak, karena PKB dipungut berdasarkan volume penjualan kendaraan. Kendati begitu, Iwan mengaku tak khawatir dan akan mencari solusi lain berkurangnya potensi dari PKB ini. ”Solusinya mungkin kita akan menarik dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada akhirnya nanti ketika transportasi massal di Jakarta sudah bagus, maka PKB pun juga akan menurun,” ujarnya.Menurut Iwan, pada masa yang akan datang, sumber pendapatan pajak DKI Jakarta akan diandalkan dari PBB. Tahun ini target PBB yang dipungut Pemprov DKI mencapai Rp 3,6 triliun.Sampai saat ini, realisasi PBB sudah mencapai 86% atau Rp 3,1 triliun dan masih ada waktu tiga bulan lagi untuk memenuhi target yang ditetapkan sebelumnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dua sisi kebijakan LCGC bagi DKI Jakarta
JAKARTA. Hadirnya mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC) sempat menjadi kekhawatiran Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi). Sampai-sampai mantan Walikota Solo itu harus menulis surat kepada Wakil Presiden Boedion terkait hal ini.Selanjutnya, muncul usulan agar penjualan mobil murah ini dibatasi di Jakarta. Hal ini di satu sisi memang dimaklumi sebagai upaya agar kendaraan pribadi tidak membanjiri jalanan ibukota yang sudah begitu macet. Namun, efek lain yang mungkin akan dihadapi DKI Jakarta jika mobil murah ini benar-benar dibatasi adalah berkurangnya pendapatan Pemprov DKI dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).“Sejauh ini yang terbesar masih dari Bea Balik Nama (BBN) kendaraan bermotor. Tahun ini, targetnya Rp 5,8 triliun, disusul PKB yang ditargetkan mencapai Rp 4,6 trilliun,” ujar Kepala Dinas Pelayanan Pajak Pemprov DKI Jakarta, Iwan Setiawandi, Jumat (20/9).Menurut Iwan, pembatasan penjualan mobil murah di Jakarta otomatis berpengaruh pada penerimaan pajak, karena PKB dipungut berdasarkan volume penjualan kendaraan. Kendati begitu, Iwan mengaku tak khawatir dan akan mencari solusi lain berkurangnya potensi dari PKB ini. ”Solusinya mungkin kita akan menarik dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pada akhirnya nanti ketika transportasi massal di Jakarta sudah bagus, maka PKB pun juga akan menurun,” ujarnya.Menurut Iwan, pada masa yang akan datang, sumber pendapatan pajak DKI Jakarta akan diandalkan dari PBB. Tahun ini target PBB yang dipungut Pemprov DKI mencapai Rp 3,6 triliun.Sampai saat ini, realisasi PBB sudah mencapai 86% atau Rp 3,1 triliun dan masih ada waktu tiga bulan lagi untuk memenuhi target yang ditetapkan sebelumnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News