Dua tahun jadi presiden Amerika Serikat, Donald Trump bisa apa?



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dua tahun sudah Donald Trump menyandang status orang nomor satu di Amerika Serikat. Setelah melewati separuh masa tugasnya, sejauh mana kampanye 'Make Amerika Great Again' yang ia koarkan berhasil diwujudkan?

Dilansir dari FoxNews taipan properti ini berhasil mewujudkan beberapa janji kampanye sejauh ini. Di sisi lain, sejumlah topik justru membuat namanya tercoreng di mata publik Amerika.

Salah satu kesuksesan Trump di Gedung Putih adalah soal pajak. Setelah hampir satu tahun negosiasi, Trump menandatangani undang-undang tentang Potongan Pajak yang merupakan perombakan aturan pajak paling signifikan sejak zaman Ronald Reagan. 


Aturan ini memangkas tarif pajak korporasi menjadi 21% dari sebelumnya 35%. Di saat yang sama pajak untuk kalangan individu juga ia potong.

Poin kedua adalah soal regulasi. Pada masa kampenye, Trump meyakinkan pelaku bisnis bahwa ia akan membatalkan sejumlah regulasi yang dinilai memberatkan. Lalu dalam lima bulan pertama memerintah, kantor pemerintahan Trump telah menarik dan menunda 860 peraturan agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Termasuk melonggarkan aturan pembatasan keuangan yang dilakukan Barack Obama setelah krisis keuangan 2008 silam.

Meski begitu, ada juga beberapa janji Trump yang masih jauh dari harapan. Salah satunya adalah janji membangun tembok perbatasan di sisi selatan, yang dananya berasal dari Mexico. Bukan saja belum terlaksana, sejauh ini obsesi pembangunan tembok malah menyebabkan pecahnya rekor penutupan sebagian pemerintahan federal terlama dalam sejarah Amerika.

Trump juga masih dianggap gagal dalam janjinya untuk mendorong industri batu bara dan baja. Ia memang telah menandatangani undang-undang yang membatalkan peraturan lingkungan yang diberlakukan di bawah pemerintahan Obama. 

Namun sejauh ini justru lebih banyak pembangkit listrik tenaga batu bara telah ditutup dalam dua tahun pertama Trump, daripada keseluruhan masa jabatan pertama Barack Obama.

Pada 2017 hingga 2018, sejumlah pembangkit listrik tenaga batubara dengan kapasitas lebih dari 23.400 megawatt telah ditutup. Bandingkan dengan periode 2009-2012 di mana pembangkit sebesar 14.900 megawatt harus berhenti beroperasi.

Jumlah pembangkit batubara di Amerika Serikat juga diperkirakan akan terus menurun. Karena semakin banyak konsumen yang beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan lebih murah.

Editor: Tendi Mahadi