Dua tahun Jokowi-Ma'ruf Amin, pengembangan energi terbarukan masih rendah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama dua tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, perkembangan energi terbarukan dinilai masih belum signifikan. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mengatakan, realisasi pengembangan energi terbarukan masih rendah dalam dua tahun ini.

"Saya kira ini karena proyek-proyek  energi terkendala oleh Permen ESDM No. 50/2017 dan Permen ESDM No. 10/2017 yang membuat proyek-proyek energi terbarukan tidak bankable," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (24/10). 


Kata Fabby, regulasi ini berjalan lambat, misalnya penyelesaian draft Perpres Harga Energi Terbarukan yang belum juga selesai padahal prosesnya sudah 2 tahun. 

Baca Juga: Hingga September 2021, realisasi penambahan pembangkit EBT mencapai 386 MW

Di sisi lain, Fabby melihat, dari dua tahun Kabinet Indonesia Maju ini  adalah komitmen pemerintah Jokowi terhadap energi terbarukan menguat dan upaya-upaya untuk mencapai target 23% energi terbarukan dipercepat dalam 1 tahun terakhir. Demikian juga upaya untuk meningkatkan daya tarik investasi energi terbarukan di Indonesia.

Fabby berharap, ke depannya Perpres harga pembelian tenaga listrik energi terbarukan (ET)  segera diundangkan dan pelaksanaan RUPTL 2021-2030 tidak molor. 

"Dimulai dengan lelang-lelang yang terjadwal pembangkit ET oleh PLN, implementasi Permen 26/2021 tentang PLTS Atap segera  dilakukan serta keseriusan untuk menghilangkan hambatan pengembangan energi terbarukan," ujarnya. 

Fabby berpesan, salah satu yang bisa dilakukan presiden adalah mendorong pemanfaatan PLTS Atap pada gedung-gedung pemerintah dan fasiltas publik sesuai dengan kententuan Perpres No. 22/2017 tentang RUEN. Selain itu, dan mendorong agar bangunan industri dan komersial memasang PLTS Atap juga dan pemerintah memastikan tidak terkendala perizinannya.

Selanjutnya: PLN: Kebutuhan investasi untuk kebutuhan listrik hingga 2060 capai Rp 9.000 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat