Dua Tahun Kelola Blok Rokan, Pertamina Tetap Harus Gandeng Mitra



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina tetap diminta menggandeng mitra dalam pengelolaan Blok Rokan.

Asal tahu saja, ini menjadi tahun kedua Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengelola Blok Rokan pasca diambil alih dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada Agustus 2021 silam.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, Pertamina tetap wajib mencari mitra dalam pengelolaan Blok Rokan ke depannya.


"Production Sharing Contract (PSC) mempersyaratkan Pertamina punya mitra dalam pengelolaan PHR. (Ketentuan) masih berlaku," kata Dwi kepada Kontan, Rabu (27/9).

Meski demikian, Dwi memastikan sejauh ini belum ada laporan resmi dari PHR soal calon mitra yang bakal bekerjasama dalam pengelolaan Blok Rokan.

Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menyebutkan, skema kerjasama lain yang kini tengah digodok PHR yaitu untuk program reaktivasi sumur-sumur idle atau yang sudah tidak beroperasi.

"Saat ini PHR sudah mulai menawarkan idle wells kepada mitra-mitra yang mempunyai kapabilitas untuk mengelola sumur idle agar bisa direaktivasi dan memberikan produksi lagi," terang Nanang ketika dihubungi Kontan, Rabu (27/9).

Baca Juga: Pemerintah Minta Pertamina Lepas atau Kerjasamakan Sumur-Sumur Migas Idle

Tercatat, program reaktivasi sumur Blok Rokan kini telah memasuki batch kedua. Program Reaktivasi Sumur Idle Batch pertama diluncurkan pada Desember 2022, dan penandatangan perjanjian di tanggal 27 Januari 2023.

Kini sudah menyelesaikan dua kontrak kerja sama sebanyak 20 sumur, yaitu untuk Lapangan Kampung Minyak dan Lapangan Banjar Sari, masing-masing 10 sumur. Kedua sumur tersebut berada di Pertamina EP Limau Field, yang statusnya saat ini dalam tahap persiapan produksi.

Menurutnya, jika PHR menunjukkan kinerja yang optimal dengan biaya yang efektif serta efisien, maka PHR dianggap bisa mengelola Blok Rokan secara mandiri tanpa mitra.

Meski demikian, opsi untuk menggandeng mitra masih terbuka. Salah satu faktor penentunya yakni jika pengelolaan Blok Rokan oleh PHR kurang optimal.

"Tapi kalau pengelolaannya tidak optimal, banyak peluang-peluang yang tidak dikerjakan, maka SKK Migas akan mendiskusikan lebih lanjut, termasuk opsi kemitraan," imbuh Nanang.

Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas)  Moshe Rizal menegaskan, jika ada keharusan untuk bekerjasama dalam pengelolaan Blok Rokan maka Pertamina harus mengikuti ketentuan tersebut.

Meski demikian, pencarian mitra di Blok Rokan masih memerlukan waktu. Pasalnya, investor sejauh ini dinilai masih memantau performa Pertamina.

"Performa tidak hanya diukur dari jumlah pengeboran maupun peningkatan produksi, tapi juga efisiensi, efektivitas dalam beroperasi dan peningkatan profitabilitas lapangannya," kata Moshe.

Genap dua tahun pasca alih kelola Blok Rokan, PHR  kini berada di puncak produksi migas Indonesia.

PHR mencatat pencapaian produksi 172.000 barel setara minyak per hari. Dengan capaian ini, Pertamina Hulu Rokan terus menunjang terwujudnya target 1 juta barel di 2030.

Sejak alih kelola, Pertamina Hulu Rokan telah mengebor sebanyak 825 sumur dan ada 84 rig di WK Rokan.

Untuk diketahui, tren positif kenaikan produksi Pertamina Hulu Rokan sudah terlihat sejak akhir Juli 2023, di mana angka tertinggi berturut-turut di antaranya 167.645 BOPD pada 31 Juli 2023.

Kkemudian 168.730 BOPD pada 1 Agustus 2023, berlanjut 167.034 BOPD pada 2 Agustus 2023 dan 169.282 BOPD pada 7 Agustus 2023.

Baca Juga: Pertamina Cari Partner Baru di Blok Masela, Begini Progresnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat