Dua Undang-Undang Perpajakan digugat ke MK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua payung hukum menyangkut pajak yaitu Undang-Undang (UU) 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan UU 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagai pemohon adalah Heni Viktoria, Direktur PT Harapan Sinar Abadi. Tepatnya mengajukan judicial review Pasal 9 ayat (2a), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) huruf c UU 28/2007, dan Pasal 9 ayat (9) UU 42/2009.

Saat membacakan permohonan gugatan saat sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Selasa (20/2), Heni menjelaskan bahwa atas ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, pihaknya mengalami kerugian yang besar.


"Mengikuti semua ketetapan di atas kami seolah membayar tiga kali PPn, yang seharusnya kami bayar satu kali. Semua rekening kami juga telah diblokir dan dipindahkan ke kas negara. Kemudian satu unit mobil kami juga disita," kata Heni.

Kerugian yang dialami Heni lantaran ada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2a) UU 28/2007 soal sanksi bunga dan sanksi administrasi bagi akibat telat membayar pajak.

Sementara bunyi pasal tersebut adalah pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Ditambah dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) UU 28/2007 soal Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang dapat diterbitkan dalam waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

"Pasal 13 ayat (1) negara menghilangkan hak kami sebagai wajib pajak untuk mengkreditkan atau mengajukan pengembalian lebih bayar dalam tempo 3 bulan. Tapi negara punya tempo lima tahun untuk menelusuri wajib pajak yang belum dipenuhi," jelas Heni.

Padahal katanya, soal keterlambatan, Heni mengaku tak berniat menjadi pengemplang pajak. Hanya karena soal administrasi.

Sedangkan Pasal 13 ayat (3) huruf c yang turut digugat menyatakan soal sanksi administrasi sebesar 100% dari PPn yang tidak atau kurang bayar.

"KPP telah menerbitkan SKPKB sebagai bunga karena kita tak mampu membayar atas PPn lebih dan sanksi memberikan sanksi administrasi," sambung Heni.

Sementara dalam Pasal 9 ayat (9) UU 42/2009 dinyatakan bahwa pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dalam pajak keluaran pada masa pajak yang sama dapat dikreditkan padan masa pajak berikutnya, paling lama tiga (3) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Menanggapi gugatan ini, pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri mengatakan belum mengetahuinya, serta akan mempelajarinya lebih lanjut.

"Kami belum bisa kasih komentar, karena belum update masalah gugatan itu, nanti kami pelajari dulu," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan Dan Humas Ditjen Pajak, Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, saat dihubungi KONTAN, Selasa (20/2).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto