JAKARTA. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Ivanov membantah pemberitaan di media massa yang menyebut adanya dugaan gangguan maupun kerusakan sistem pada pesawat Sukhoi Superjet 100. Menurut Dubes Rusia, pesawat tersebut dalam keadaan baik saat melakukan joy flight pada Rabu 9 Mei lalu. "Jadi sampai saat ini data dari cockpit voice recorder menunjukkan bahwa saat pesawat bertabrakan dengan gunung tidak ada masalah apa pun. Tidak ada masalah teknis, dalam pesawat ini," kata Alexander di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (23/5). Ketika ditanya bagaimana hasil penyelidikan sementara terhadap data CVR itu, Alexander enggan menjelaskannya. "Ini belum bisa dipublikasi untuk umum selama belum selesai," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, ada dugaan beberapa kejanggalan yang terjadi ketika pesawat buatan Rusia itu melakukan joy flight. Kejanggalan itu diungkapkan oleh Sukamto, Safety Manager PT Sky Aviation. Menurut Sukamto, salah satunya adalah keputusan pilot menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki. Padahal, tinggi Gunung Salak adalah 6.800 kaki. "Kalau alasannya karena ada awan di depan, seharusnya lebih aman kalau pesawat itu naik ke atas dan bukannya turun karena itu kan kawasan pegunungan jadi bahaya kalau ada benturan," ujar Sukamto. Selain itu, pesawat secanggih Sukhoi Superjet, lanjutnya, juga seharusnya mampu melewati turbulance yang timbul jika pilot tetap melaju melintasi awan. "Selama sistem navigasinya mumpuni, seharusnya pesawat bisa lewat awan itu. Saya tidak tahu kenapa pilot memutuskan turun sampai 4.000 kaki padahal itu berisiko," paparnya. Sukamto pun mempertanyakan mengapa pihak ATC memberi izin pesawat untuk turun ke 6.000 kaki. Sukamto menilai jika alasan ATC karena pilot meminta turun saat di atas landasan Atang Sendjaja yang merupakan kawasan yang aman, maka ada hal janggal lainnya yang timbul. Pasalnya, pesawat tersebut justru mengarah ke lereng Gunung Salak, dan ada kemungkinan terbang rendah di kawasan tersebut. "Kalau pesawat komersil biasa, prosedur turun 10.000 ke 6.600 belok kiri di Atang Sanjaya, lalu belok kiri lagi dari 6.000 ke 2.500 masuk ke Halim. Itu yang saya tidak mengerti, kenapa pesawat justru belok ke kanan, bukan ke kiri, walaupun bila dalam kondisi joyflight tidak ada aturan apa pun," kata Sukamto.