Due Diligence Pertamina di Blok Masela Diharap Rampung pada Kuartal I-2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berharap, proses uji kelayakan alias due diligence pengambilalihan 35% hak partisipasi alias participating interest (PI) Shell oleh Pertamina di Blok Masela bisa rampung pada kuartal I-2023.

Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mengatakan, proses due diligence tersebut bakal diikuti dengan penyampaian binding offer oleh Pertamina untuk kemudian dievaluasi oleh Shell. Pahala belum buka-bukaan soal nilai penawaran akuisisi PI yang hendak diajukan oleh Pertamina.

“Angkanya kami belum bicara, nanti kami bicara setelah pelaksanaan due diligence,” ujar Pahala saat ditemui di Gedung DPR, Rabu (8/12).


Blok Masela terletak di  Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Laporan Tahunan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Tahun 2020 menyebutkan,  proyek pengembangan Lapangan Gas - Abadi itu memiliki cadangan terbukti mencapai 18,5 triliun kaki kubik (Tcf) dan 225 juta barel kondensat.

Dengan proyeksi produksi gas alam cairnya alias  liquefied natural gas (LNG) yang sebesar  9,5 juta ton per tahun (mtpa), gas pipa 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd),dan kondensat 35.000 barel per hari (bcpd), proyek lapangan gas abadi Masela masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional dan ditargetkan mulai berproduksi di tahun 2027.

Baca Juga: Pertamina Harus Selesaikan Akuisisi 35% PI Shell di Blok Masela

Blok Masela dioperatori oleh Inpex Masela Ltd dengan porsi hak partisipasi sebesar 65%. Sebanyak 35% hak partisipasi sisanya dipegang oleh Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell) selaku partner Inpex. Namun, belakangan Shell sudah menyatakan keinginannya untuk melepas hak partisipasi-nya dalam proyek pengembangan Lapangan Gas - Abadi tersebut.

Di lain pihak, sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa dirinya berharap mitra pengganti Shell di Blok Masela bisa ditentukan paling lambat pada semester pertama tahun 2023.

“Kalau tahun ini saya belum yakin, tapi saya harapkan (mitra pengganti Shell ditentukan) paling enggak semester 1 (2023) lah,” tuturnya  saat acara makan siang bersama wartawan di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (3/12).

Arifin menegaskan, jadwal produksi Blok Masela, meski pencarian pengganti Shell di Masela masih berlangsung, belum berubah sejauh ini, yakni dijadwalkan di tahun 2027. Namun, ia juga tidak menampik adanya kemungkinan perubahan target. Hal tersebut bergantung pada isi substansi revisi rencana pengembangan lapangan alias plan of development (pod) yang akan diajukan Inpex pada akhir tahun 2022 ini.

“(Ada tidaknya kemungkinan perubahan jadwal produksi) saya belum bisa ngomong, kita lihat aja dulu, enggak bisa ngomong sebelum ada (POD versi revisi),” tutur Arifin.

Kebutuhan Dana Pertamina

Kebutuhan dana Pertamina untuk bisa masuk ke Blok Masela bisa jadi mencapai miliaran dolar Amerika Serikat (AS).

Pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya mencatat, data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan bahwa Shell sudah menggelontorkan investasi hingga US$ 1,4 miliar di Blok Masela.

Namun, menurut Kepala SKK Migas,  Dwi Soetjipto, angka tersebut bukanlah angka pasti yang harus dikeluarkan investor jika ingin mencaplok hak partisipasi Shell di Masela.

Di sisi lain, menurut Dwi, perusahaan pengganti Shell juga harus menyiapkan setidaknya sekitar US$ 6,3 miliar untuk lima tahun pertama pengembangan sebagai modal belanja di luar dari dana yang diperlukan untuk akuisisi hak partisipasi.

Baca Juga: Menteri ESDM Harap Pengganti Shell di Masela Ditetapkan Paling Lambat Semester I 2023

Sementara itu, rencana penerapan teknologi Carbon Capture Utilization & Storage (CCUS) pada proyek Masela yang dicanangkan oleh Inpex juga diperkirakan bisa memunculkan potensi investasi tambahan sekitar US$ 1,2 miliar hingga US$ 1,4 miliar dalam pengembangan Blok Masela.

Subholding Upstream Pertamina, yaitu PT Pertamina Hulu Energi (PHE), berencana melantai di bursa. Dalam Raker Rabu (7/12), Pahala menyebutkan bahwa  PHE bakal melepas 10%-15% saham ke pasar modal. Belum ketahuan berapa dana yang PHE incar lewat penghimpunan dana tersebut.

Menurut Pahala, penghimpunan dana lewat skema IPO bisa memberi sumber pendanaan alternatif PHE yang selama ini berasal dari pendanaan induk. Asal tahu, menurut catatan Pahala, anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) PHE berkisar US$ 4 miliar - US$ 6 miliar atau setara Rp 60 triliun - Rp 90 triliun setiap tahunnya.

Dalam rencana yang ada, nantinya dana segar yang diperoleh bakal digunakan untuk sejumlah hal, termasuk di antaranya mendukung opsi pengembangan akuisisi aset migas baru di PHE ataupun juga di dalam ataupun juga di luar Indonesia.

Meski begitu, Pahala mengaku belum bisa memastikan apakah dana IPO yang didapat kelak juga akan digunakan Pertamina untuk membiayai akuisisi hak partisipasi Shell di Blok Masela atau tidak.

“Kami belum tahu, itu kan kami sampaikan pengkajian untuk Masela masih dilakukan, masih tergantung pada due diligence dan juga masih tergantung pada hasil due diligence. Jika menunjukkan hasil positif tentunya bagaimana negosiasi dengan pihak Shell sendiri,” kata Pahala.

Saat ini, proses IPO PHE sudah melewati tahapan dalam proses IPO, mulai dari pemilihan legal dan financial advisor, menyelesaikan laporan keuangan bulan Juni untuk keperluan audit, sertifikasi cadangan migas yang dimiliki, hingga registrasi tahap 1 dan 2 ke OJK.

Selanjutnya, PHE bakal melakukan market sounding untuk menakar jumlah permintaan yang bisa digaet dalam penawaran publik perdana kelak. Pahala tidak merinci kapan persisnya target pelaksanaan IPO PHE.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari