Jakarta. Dalam pertemuan bisnis dengan 23 pengusaha di Jakarta, Selasa (8/4) lalu, Hengky Setiawan iseng mengadakan survei kecil-kecilan. Kepada rekan-rekannya sesama pengusaha di pelbagai bidang usaha itu, dia menanyakan partai politik apa yang akan mereka pilih dalam pemilihan umum legislatif (pileg) yang akan digelar keesokan harinya (9/3). “Semua bilang, merah alias PDI Perjuangan lantaran ada Jokowi,” kata pemilik PT Tiphone Mobile Indonesia ini. Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, tak cuma populer di kalangan masyarakat luas. Sebagian pelaku usaha juga menjagokan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014–2019. Di mata pengusaha, Hengky mengungkapkan, calon presiden (capres) PDI Perjuangan ini dinilai sebagai figur yang mau bekerja dan turun ke lapangan. Selama memimpin Ibukota RI, bekas Walikota Solo ini tak cuma sekadar bicara. “Rakyat butuh kepastian dari pemimpin yang mau bekerja,” ujar Hengky. Meski begitu, sebagian pelaku bisnis masih malu-malu menjagokan Jokowi sebagai capres dan menganggap semua calon RI 1 yang ada saat ini memiliki peluang yang sama. Gandi Sulistiyanto, Managing Director Sinarmas Group, misalnya, mendukung semua capres yang probisnis, entah itu Jokowi, Prabowo Subianto, maupun Aburizal Bakrie. Tapi memang, “Jokowi oke,” imbuhnya.
Tahir, pemilik Grup Mayapada, juga tidak secara tegas mendukung salah satu capres. Meski condong ke Jokowi, ia mengatakan, semua capres punya kelebihan masing-masing. Cuma, “Kalau Jokowi jadi presiden, kabinet harus lebih baik dan profesional,” pesannya. Yang jelas, sebagian pebisnis menganggap Jokowi sudah menjadi capres pilihan rakyat dan bakal memenangkan pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli 2014 nanti. “Tak mudah bagi calon lain mengalahkan Jokowi,” kata Soebronto Laras, Presiden Komisaris PT Indomobil Sukses Internasional. Bagi Sofjan Wanandi, pemilik Grup Gemala, siapa presiden yang akan terpilih, tergantung dari pilihan rakyat. Memang, ada beberapa capres yang menonjol, seperti Prabowo dan Aburizal Bakrie alias Ical. Namun kenyataannya, Jokowi-lah yang sekarang paling populer. “Saya sendiri saat ini ikut angin dulu, mengikuti rakyat mau yang mana,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ini diplomatis. Senada, Irwan Hidayat, Presiden Direktur PT Sido Muncul, tak secara tegas menjagokan Jokowi sebagai capres. Yang pasti, menurut Irwan, Jokowi punya peluang besar lantaran menempati posisi teratas dalam pelbagai survei. “Feeling saya, Jokowi yang akan jadi presiden karena setiap saya pergi ke mana-mana orang selalu bilang Jokowi presiden,” katanya. Persoalan ekonomi Irwan menilai, sosok Jokowi cocok menyelesaikan bermacam persoalan negeri. Masalah utama Indonesia adalah infrastruktur. Kalau problem infrastruktur beres, kita akan langsung jadi negara maju. Semua pelaku usaha tampaknya sepakat, infrastruktur merupakan prioritas utama yang harus diselesaikan presiden mendatang. Chris Kanter, pendiri Sigma Sembada Group, menyatakan, Indonesia harus mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang sering di bawah 6%. Soebronto pun mengamini, presiden periode mendatang mesti memikirkan interkonektivitas untuk menghadapi pasar bebas ASEAN. Sebab, konektivitas kita selama ini paling buruk di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Infrastruktur yang tidak memadai, Sofjan menimpali, menyebabkan biaya logistik yang mahal. Alhasil, industri kita tidak kompetitif dibanding dengan negara lain. “Interkoneksi harus efi sien dan berdaya saing internasional, supaya kita tidak kalah bersaing,” tambah Franciscus Welirang, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Persoalan kedua yang mesti menjadi prioritas adalah energi. Franciscus, yang akrab disapa Franky, menilai, Indonesia harus mempersiapkan penggunaan energi terbarukan. Karena itu, Gandi mengusulkan, presiden yang akan datang harus berani memangkas anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kalau perlu, subsidi BBM dihapus dengan cara pemakaian energi alternatif. Menurut Gandi, selama masih ada subsidi BBM, nilai tukar rupiah akan selalu melemah. Otonomi daerah juga dianggap pengusaha sebagai persoalan prioritas bagi presiden mendatang. Sofjan menuturkan, kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik kota, kabupaten, maupun provinsi, harus jelas. Jangan sampai masing-masing membikin aturan yang saling bertentangan. “Meski aturannya sudah baik, implementasi oleh aparat birokrasi di pusat dan daerah kerap bermasalah,” kata Sandiaga Salahuddin Uno, Ketua Yayasan Indonesia Forum. Sofjan menambahkan, pengusaha dan investor membutuhkan kepastian hukum. Pemerintah baru sebaiknya tidak mengeluarkan kebijakan yang mengganggu sektor usaha. Selain reformasi birokrasi, pengusaha juga meminta presiden baru bisa mengimplementasikan program kerja yang sudah disusun. Benny Tjokrosaputro, pemilik PT Hanson International, mengatakan, presiden terpilih harus tegas mengontrol kinerja anak buahnya. Wapres ideal Buat Irwan, semua calon pemimpin negeri ini pasti sudah mengetahui beragam persoalan yang membelit Indonesia. Cuma, semua bakal tergantung dari kemampuan pemimpin untuk melakukan eksekusi. Menurutnya, Jokowi atau siapa pun presidennya tak bisa sendirian menyelesaikan persoalan itu. Perlu kombinasi kepemimpinan yang tepat antara presiden dan wakil presiden. “Siapa pun yang jadi presiden, tidak akan bisa jadi Hercules,” timpal Tahir. Sebagian besar pelaku usaha sepakat, presiden mendatang membutuhkan sosok wakil presiden (wapres) yang memiliki kemampuan di bidang ekonomi dan bisnis. Sebab, Gandi mengatakan, sektor bisnis menjadi penopang negara maju. Tahir juga bilang, kemampuan dalam bidang ekonomi lebih dibutuhkan pada sosok wapres ketimbang keahlian dalam bidang politik ataupun keamanan. Soalnya, politik Indonesia saat ini relatif stabil dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Thailand atau Malaysia. Irwan juga lebih menekankan alasan ekonomi dalam memilih wapres ketimbang alasan politik dan keamanan. Kalau perekonomian membaik, negara bakal aman. “Kalau ekonomi jelek, akan banyak orang yang susah diatur,” kata Irwan. Tak heran, banyak pelaku usaha menjagokan Jusuf Kalla (JK) kembali menduduki posisi wapres. Sofjan dan Soebronto, contohnya, sepakat mengajukan JK sebagai pendamping Jokowi. Alasannya, JK punya pengalaman mumpuni, baik di bidang ekonomi maupun politik. Hengky juga setuju JK mendampingi Jokowi. Selain JK, Hengky menjagokan tokoh Partai Golkar Akbar Tanjung.Menurut Sofjan, JK merupakan pengusaha berpengalaman. Di pemerintahan, JK juga pernah menduduki berbagai kursi, mulai menteri hingga wapres. JK pun mempunyai pengalaman di dunia internasional. Sementara, Tahir lebih menjagokan Agus Martowardojo, mantan Menteri Keuangan yang saat ini menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). Bagi Tahir, Agus merupakan sosok pejabat yang konsisten dan tidak kenal rasa takut. Agus cocok sebagai wapres bagi Jokowi, Ical, maupun Prabowo. Selain bersih dari korupsi, Tahir menganggap Agus cukup berhati-hati dalam mengelola perekonomian. “Agus cukup konservatif karena ingin rasio utang pemerintah terus turun. Dia unik,” kata Tahir berpromosi. Menteri BUMN Dahlan Iskan juga dijagokan sebagai wapres pendamping Jokowi. Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo, mengatakan, Jokowi membutuhkan sosok yang sigap serta bersih. Dan, sosok itu ada pada Dahlan. Sayang, Dahlan maju dalam konvensi capres Partai Demokrat. “Kalau dia tidak dari Demokrat dan menjadi wakil Jokowi, itu menarik,” kata Satrio.Irwan pun mendukung Dahlan sebagai pendamping Jokowi. Alasannya, Dahlan merupakan pengusaha sukses yang membangun perusahaan dari bawah. Biasanya, orang susah yang berhasil akan selalu memperhatikan masyarakat kecil. Secara kemampuan, Dahlan juga bagus. Itu tampak dari sepak terjangnya sebagai Menteri BUMN. Terbukti, banyak perusahaan pelat merah yang semula rugi menjadi untung.
Selain JK dan Dahlan, Irwan menjagokan bekas Menteri Perdagangan Gita Wiryawan. Menurutnya, Gita memiliki pengalaman di bidang ekonomi. Selain itu, Gita juga sosok yang pintar dan masih muda. Boleh-boleh saja pelaku usaha dan pasar punya penilaian pasangan capres-cawapres ideal. Anda pun boleh punya pendapat lain. Tapi, semua akan tergantung pada realitas politik di lapangan. Selain itu, pasangan ideal nantinya juga akan diuji selama lima tahun ke depan. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 29 - XVIII, 2014 Laporan Utama Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Imanuel Alexander