Maraknya merek fashion asing menginspirasi dua sahabat ini membuat Gaudi, sebuah brand lokal. Model trendi dan harga terjangkau menjadi daya pikat Gaudi. Dengan 26 gerai di seluruh Indonesia, Gaudi mencetak omzet puluhan miliar. Jeli melihat peluang. Itulah salah satu kelebihan yang dimiliki dua karib, Nathalia Napitupulu dan Janet Dana. Lantaran melihat ada celah pasar bagi produk fashion yang stylish, luwes, dengan harga terjangkau, dua perempuan muda ini mendirikan usaha garmen berlabel Gaudi.Kecintaan terhadap produk mode pun menjadi bekal mereka terjun di bisnis ini. Beruntung, Natha, panggilan akrab Nathalia, sudah lebih dulu akrab berbisnis garmen. Sebelumnya, ia membantu sang ayah berbisnis pakaian grosir.Berkibarnya produk ritel fashion merek asing di berbagai pusat perbelanjaan ibu kota mengundang dua sahabat ini menerjuni bisnis gerai busana. Dengan modal pinjaman dari orang tua mereka, Natha dan Janet membuka gerai Gaudi pertama di Plasa Semanggi, Jakarta, pada 2004.Mereka pun harus terjun sendiri mengurus gerainya. Mulai dari menentukan desain baju, memilih bahan, mencari konveksi, hingga mendekorasi gerai. Janet dan Natha pun terlihat sering melayani pengunjung gerainya. Maklum, saat itu, mereka baru memiliki lima karyawan, termasuk penjaga toko.Respons konsumen pun bagus. Apalagi, Janet juga membekali karyawan toko dengan pengetahuan fashion hingga mereka bisa jadi konsultan bagi pelanggan. Melihat angka penjualan yang bagus, Janet dan Natha pun menambah beberapa gerai baru di Jakarta. Hingga di tahun keduanya beroperasi, Gaudi sudah ada di tiga pusat belanja ternama di Jakarta.Bahkan, untuk pengembangan selanjutnya, mereka tak perlu repot mencari lokasi untuk gerai-gerainya. “Justru, pemilik mal yang memburu kami,” kata Janet bersemangat. Bahkan, pada tahun ketiga, Natha bilang, mereka sudah bisa mengembalikan modal yang dipinjam dari orang tuanya.Bisnis Gaudi pun terus mengalir. Tak hanya menyediakan pakaian dengan model-model yang up to date, Gaudi yang mengincar pasar wanita berusia remaja hingga dewasa muda itu, menawarkan beragam aksesori, termasuk tas. “Kami menjual berbagai produk fashion itu dengan harga Rp 88.000 hingga Rp 250.000,” jelas Janet. Ekspansi ke daerahSeiring dengan pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah, Gaudi berekspansi di beberapa kota besar seperti Medan, Semarang, Denpasar, Palembang, Makassar, dan Balikpapan. Apalagi, persaingan mal di Jakarta sudah sangat ketat. Sebaliknya, “Kota-kota di daerah itu mempunyai buying power yang cukup baik,” tutur Natha.Selain berekspansi dengan membuka gerai baru, Gaudi tak berhenti meluncurkan produk anyar. Salah satu kiat agar pelanggan setia berkunjung, Janet meluncurkan 40 item baru setiap bulan. Tak hanya itu, Gaudi juga rajin mendekorasi ulang gerainya dengan konsep tertentu tiap tiga tahun sekali. “Supaya pemandangan di gerai kami selalu segar dan tidak membosankan,” kata Janet.Tapi, tak berarti perjalanan bisnis kedua sahabat itu selalu berjalan mulus. Pernah, suatu ketika, Gaudi harus memindahkan lokasi tokonya karena pengelola mengatur ulang ruangan (rezoning). “Padahal, kami enggak pernah telat bayar dan ramai pengunjung,” tutur Natha.Mereka mengaku kecewa, lantaran pengelola mal justru tidak mendukung keberadaan brand lokal. Apalagi, konsep dekorasi gerai Gaudi tidak kalah menarik dibandingkan dengan gerai-gerai merek dunia.Natha pun sempat kebingungan ketika pada awal usaha mendapati produknya sempat menumpuk lama hingga tak ada tempat untuk barang baru. Lalu ia segera menggelar promosi untuk menghabiskan stok. Pengalaman itu berbuah trik jitu mengelola stok barang. Untuk memasok 26 gerainya di seluruh Indonesia, Gaudi memproduksi setiap item barang hingga 700 unit. Selain mengandalkan konveksi lokal, Janet juga memesan beberapa produknya di Hong Kong. “Seringkali untuk warna-warna tertentu belum bisa diproduksi di Indonesia,” katanya. Selain itu, pengerjaan di Hong Kong juga lebih baik dan rapi.Sampai kini, Janet pun masih memilih sendiri bahan yang akan dipakai Gaudi. Bahkan, sering, ia juga mendesain sendiri motif-motif kain yang akan dipakai. Tak hanya itu, Gaudi juga rutin mengganti label pakaian dan tas pembungkus produk Gaudi.Setelah delapan tahun, Natha dan Janet telah mempekerjakan 300 karyawan. Gaudi pun bisa mencatat omzet hingga sekitar Rp 50 miliar per tahun.Meski sudah menuai sukses, mereka mengaku masih memiliki angan-angan yang belum terwujud, yaitu menempatkan Gaudi sejajar dengan brand fashion dari luar negeri. Kedua sahabat itu berambisi agar nama Gaudi juga berkibar di pasar dunia. “Kami punya mimpi seperti Zara,” kata Natha. Mereka pun memasang target untuk membuka gerai di Bangkok dan Singapura tiga tahun mendatang. “Kami terus mempelajari pasar, mungkin yang terdekat kami buka di Singapura,” kata Natha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Duet wanita cantik di balik gerai fashion
Maraknya merek fashion asing menginspirasi dua sahabat ini membuat Gaudi, sebuah brand lokal. Model trendi dan harga terjangkau menjadi daya pikat Gaudi. Dengan 26 gerai di seluruh Indonesia, Gaudi mencetak omzet puluhan miliar. Jeli melihat peluang. Itulah salah satu kelebihan yang dimiliki dua karib, Nathalia Napitupulu dan Janet Dana. Lantaran melihat ada celah pasar bagi produk fashion yang stylish, luwes, dengan harga terjangkau, dua perempuan muda ini mendirikan usaha garmen berlabel Gaudi.Kecintaan terhadap produk mode pun menjadi bekal mereka terjun di bisnis ini. Beruntung, Natha, panggilan akrab Nathalia, sudah lebih dulu akrab berbisnis garmen. Sebelumnya, ia membantu sang ayah berbisnis pakaian grosir.Berkibarnya produk ritel fashion merek asing di berbagai pusat perbelanjaan ibu kota mengundang dua sahabat ini menerjuni bisnis gerai busana. Dengan modal pinjaman dari orang tua mereka, Natha dan Janet membuka gerai Gaudi pertama di Plasa Semanggi, Jakarta, pada 2004.Mereka pun harus terjun sendiri mengurus gerainya. Mulai dari menentukan desain baju, memilih bahan, mencari konveksi, hingga mendekorasi gerai. Janet dan Natha pun terlihat sering melayani pengunjung gerainya. Maklum, saat itu, mereka baru memiliki lima karyawan, termasuk penjaga toko.Respons konsumen pun bagus. Apalagi, Janet juga membekali karyawan toko dengan pengetahuan fashion hingga mereka bisa jadi konsultan bagi pelanggan. Melihat angka penjualan yang bagus, Janet dan Natha pun menambah beberapa gerai baru di Jakarta. Hingga di tahun keduanya beroperasi, Gaudi sudah ada di tiga pusat belanja ternama di Jakarta.Bahkan, untuk pengembangan selanjutnya, mereka tak perlu repot mencari lokasi untuk gerai-gerainya. “Justru, pemilik mal yang memburu kami,” kata Janet bersemangat. Bahkan, pada tahun ketiga, Natha bilang, mereka sudah bisa mengembalikan modal yang dipinjam dari orang tuanya.Bisnis Gaudi pun terus mengalir. Tak hanya menyediakan pakaian dengan model-model yang up to date, Gaudi yang mengincar pasar wanita berusia remaja hingga dewasa muda itu, menawarkan beragam aksesori, termasuk tas. “Kami menjual berbagai produk fashion itu dengan harga Rp 88.000 hingga Rp 250.000,” jelas Janet. Ekspansi ke daerahSeiring dengan pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah, Gaudi berekspansi di beberapa kota besar seperti Medan, Semarang, Denpasar, Palembang, Makassar, dan Balikpapan. Apalagi, persaingan mal di Jakarta sudah sangat ketat. Sebaliknya, “Kota-kota di daerah itu mempunyai buying power yang cukup baik,” tutur Natha.Selain berekspansi dengan membuka gerai baru, Gaudi tak berhenti meluncurkan produk anyar. Salah satu kiat agar pelanggan setia berkunjung, Janet meluncurkan 40 item baru setiap bulan. Tak hanya itu, Gaudi juga rajin mendekorasi ulang gerainya dengan konsep tertentu tiap tiga tahun sekali. “Supaya pemandangan di gerai kami selalu segar dan tidak membosankan,” kata Janet.Tapi, tak berarti perjalanan bisnis kedua sahabat itu selalu berjalan mulus. Pernah, suatu ketika, Gaudi harus memindahkan lokasi tokonya karena pengelola mengatur ulang ruangan (rezoning). “Padahal, kami enggak pernah telat bayar dan ramai pengunjung,” tutur Natha.Mereka mengaku kecewa, lantaran pengelola mal justru tidak mendukung keberadaan brand lokal. Apalagi, konsep dekorasi gerai Gaudi tidak kalah menarik dibandingkan dengan gerai-gerai merek dunia.Natha pun sempat kebingungan ketika pada awal usaha mendapati produknya sempat menumpuk lama hingga tak ada tempat untuk barang baru. Lalu ia segera menggelar promosi untuk menghabiskan stok. Pengalaman itu berbuah trik jitu mengelola stok barang. Untuk memasok 26 gerainya di seluruh Indonesia, Gaudi memproduksi setiap item barang hingga 700 unit. Selain mengandalkan konveksi lokal, Janet juga memesan beberapa produknya di Hong Kong. “Seringkali untuk warna-warna tertentu belum bisa diproduksi di Indonesia,” katanya. Selain itu, pengerjaan di Hong Kong juga lebih baik dan rapi.Sampai kini, Janet pun masih memilih sendiri bahan yang akan dipakai Gaudi. Bahkan, sering, ia juga mendesain sendiri motif-motif kain yang akan dipakai. Tak hanya itu, Gaudi juga rutin mengganti label pakaian dan tas pembungkus produk Gaudi.Setelah delapan tahun, Natha dan Janet telah mempekerjakan 300 karyawan. Gaudi pun bisa mencatat omzet hingga sekitar Rp 50 miliar per tahun.Meski sudah menuai sukses, mereka mengaku masih memiliki angan-angan yang belum terwujud, yaitu menempatkan Gaudi sejajar dengan brand fashion dari luar negeri. Kedua sahabat itu berambisi agar nama Gaudi juga berkibar di pasar dunia. “Kami punya mimpi seperti Zara,” kata Natha. Mereka pun memasang target untuk membuka gerai di Bangkok dan Singapura tiga tahun mendatang. “Kami terus mempelajari pasar, mungkin yang terdekat kami buka di Singapura,” kata Natha. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News