Duga Syarat Umur Hakim Konstitusi Bakal Diubah, Denny Indrayana: Sarat Politis



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menyampaikan, mendapatkan informasi akan adanya revisi kembali pada Undang-Undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Pagi ini saya kembali mendapatkan informasi penting soal MK. Kali ini syarat umur menjadi Hakim Konstitusi yang menjadi objek jualan "dagang sapi" di antara politisi di 'Republik Konoha'," kata Denny dikonfirmasi Kontan.co.id, Selasa (29/8). 

Adapun, rencana perubahan kembali UU MK dinilainya sarat akan politis lantaran adanya poin perubahan syarat usia hakim di mahkamah konstitusi. 


"Rencananya, awal September nanti, UU Mahkamah Konstitusi kembali diubah. Bahwasanya perubahan keempat dari UU MK itu sangat politis dan sarat dengan "dagang sapi" kepentingan, tercermin dari fokusnya yang hanya pada satu norma, yaitu terkait syarat umur menjadi hakim MK," imbuhnya.

Ia mengatakan, dalam perubahan ketiga UU MK Nomor 7 Tahun 2020, syarat umur menjadi hakim MK telah dinaikkan menjadi berusia paling rendah 55 tahun. Akan tetapi kata Denny, ketentuan tersebut akan diubah menjadi 60 tahun. 

Ia menduga perubahan tersebut untuk mendepak hakim konstitusi yang belum berusia 60 tahun, lantaran figurnya dianggap tidak sejalan dengan strategi pemenangan pilpres. 

Denny mengatakan, syarat usia menjadi primadona pintu masuk apa yang disebut ‘politicking’. Pasalnya, Denny mengatakan bukan hanya syarat umur calon presiden dan calon wakil presiden yang ingin diubah, tetapi syarat umur hakim konstitusi juga ikut menjadi tumbal ‘dagang sapi’.

Baca Juga: ICW Temukan Lagi 3 Nama Mantan Terpidana Korupsi Jadi Bacaleg, Berikut Daftarnya

“Lagi-lagi hukum direndahkan hanya dijadikan alat, untuk strategi pemenangan Pemilu, khususnya Pilpres 2024,” tutur Denny.

Lebih lanjut, kata Denny ada kekuatan  politik yang bergerilya guna menguasai komposisi hakim minimal 5 orang, dari total 9 hakim konstitusi.

"Ingat, penentu akhir pemenang pemilihan presiden adalah Mahkamah Konstitusi, utamanya jika ada sengketa penghitungan suara. Karena itu, komposisi  5 hakim MK perlu dikuasai, untuk menjamin kemenangan," imbuhnya. 

Ia menambahkan, sedang terjadi 'lobi dan negosiasi agar ada pasal transisi alias pasal peralihan, sehingga hakim MK yang belum berusia 60 tahun tetap bisa tetap menjabat. 

Menurutnya, hal tersebut menjadi  bentuk intervensi nyata yang merusak kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Dimana syarat umur akhirnya menjadi daya tawar kekuatan politik status quo untuk mengontrol arah putusan di Mahkamah Konstitusi. 

"Ujungnya, syarat umur hakim disesuaikan dengan kepentingan politik, khususnya strategi pemenangan Pilpres," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Lamgiat Siringoringo