Duh, aksi ambil untung di asuransi jiwa meningkat



JAKARTA. Klaim surrender dan partial withdrawal di industri asuransi jiwa meningkat tajam pada kuartal pertama tahun ini. Klaim surrender tercatat tumbuh 69,5%, yaitu dari Rp 6,10 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 10,34 triliun. Sementara, klaim partial withdrawal naik 61% dari Rp 3,98 triliun menjadi sebesar Rp 6,41 triliun.

Klaim surrender merupakan polis yang ditebus sebelum waktunya. Itu artinya, nasabah mengklaim tanpa memperhitungkan apakah investasinya telah balik modal atau belum. Sedangkan, klaim withdrawal berarti penarikan sebagian dari dana yang dimiliki nasabah. Dua jenis klaim ini berlaku untuk produk asuransi jiwa berbasis investasi alias unitlink.

"Klaim surrender dan partial withdrawal meningkat tajam dikarenakan dua kemungkinan. Pertama, aksi profit taking (ambil untung) yang dilakukan nasabah saat terjadi peningkatan hasil investasi di pasar modal Indonesia, atau kedua, lantaran pembayaran polis dilakukan dalam mata uang asing. Sehingga, mereka merasa rugi dengan kondisi nilai tukar saat ini," terang Budi Tampubolon, Ketua Bidang Aktuaria dan Underwriting Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Kamis (4/6).


Menurut dia, beberapa perusahaan asuransi jiwa memang menjual produk mereka dengan mata uang asing, misalnya USD. Mereka yang tadinya membayar dengan harga Rp 9.000 per USD mendadak harus merogoh kocek lebih dalam dengan nilai tukar saat ini yang berkisar Rp 13.000 per USD.

Walhasil, nasabah dengan pembayaran polis dalam mata uang asing ini memiliki dua opsi untuk menghindari kerugian lebih dalam. "Mereka tebus polisnya untuk menikmati untung atau karena mereka tidak sanggup lagi. Opsi lainnya, mereka membeli polis baru dengan mata uang rupiah," imbuh dia.

Secara keseluruhan, total klaim dan manfaat yang dibayarkan industri asuransi jiwa di sepanjang kuartal pertama tahun ini mencapai Rp 22,64 triliun atau melesat 57,8% ketimbang periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 14,35 triliun. Di antaranya sebesar Rp 2,63 triliun untuk klaim medikal, dan Rp 1,70 triliun untuk klaim meninggal dunia.

"Klaim maturity atau polis yang berakhir juga naik 70,7% dari Rp 910 miliar menjadi Rp 1,55 triliun. Namun, klaim jenis ini memang sudah matang untuk ditebus. Tetapi, untuk klaim surrender dan partial withdrawal, dikarenakan aksi profit taking. Kami berharap, nasabah memahami pentingnya asuransi jiwa untuk melindungi perencanaan keuangan masa depan mereka," ucapnya.

Padahal, menilik laporan AAJI, hasil investasi industri asuransi jiwa pada kuartal pertama ini justru menyusut 12,5%. Yakni, dari Rp 11,93 triliun pada kuartal pertama tahun lalu menjadi hanya Rp 10,44 triliun. Penurunan diakibatkan kondisi pasar modal yang kurang bergairah dan melemahnya data makro ekonomi Indonesia.

Maklum, sekitar 30% dari jumlah investasi industri asuransi jiwa diparkir di reksadana, diikuti oleh saham sekitar 27%, surat utang dan obligasi 21%, serta deposito 16%. Sebagian kecil sisanya, tersebar di properti, partisipasi langsung dan lain-lain. "Komposisi penempatan dana ini belum banyak berubah dari tahun lalu," ujar Hendrisman Rahim, Ketua Umum AAJI.

Namun demikian, jumlah investasi industri asuransi jiwa meningkat 28,2% pada kuartal pertama ini, yaitu dari Rp 258,31 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi sebesar Rp 331,12 triliun. Peningkatan jumlah investasi ini mengerek total aset industri asuransi jiwa hingga 24,9% menjadi Rp 380,82 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie