JAKARTA. Mengulang kambali pola sebelumnya, kinerja belanja pemerintah awal tahun ini masih minim. Bahkan, penyerapan anggaran negara kali ini lebih rendah dari tahun lalu. Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan (Kemkeu), realisasi belanja negara hingga 28 Februari 2017 tercatat sebesar Rp 225,6 triliun atau 10,84% dari target dalam APBN 2017. Angka itu masih lebih rendah 7,12% dibandingkan realisasi pada periode yang sama pada tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 242,9 triliun. Secara rinci, realisasi belanja pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 102,8 triliun, turun 6,46%
year on year (YoY). Sementara realisasi transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 122,7 triliun, yang juga turun 7,74% YoY.
Realisasi penerimaan negara hingga akhir Februari lalu yang justru mencatat pertumbuhan sebesar 8,9% YoY, menjadi 170,1 triliun atau 9,72% dari target. Secara rinci, realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp 141,4 triliun, naik 6,72% YoY. Sementara realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 28,7 triliun, yang juga naik 21,1% YoY. Dengan penerimaan negara yang mencatat pertumbuhan dan belanja negara yang masih minim, defisit anggaran hingga akhir bulan lalu tercatat sebesar Rp 55,5 triliun atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu juga lebih baik dibanding dibanding akhir Februari tahun lalu yang sebesar Rp 86,7 triliun. Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemkeu Askolani juga mengakui realisasi belanja negara hingga 31 Maret lalu mencatatkan penurunan. Untuk diketahui, hingga 31 Maret 2016, realisasi belanja negara mencapai Rp 390,9 triliun. Menurut Askolani, lebih rendahnya realisasi belanja tahun ini lantaran tidak adanya pembayaran kurang bayar tahun sebelumnya, baik untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM), maupun dana bagi hasil (DBH). Berbeda dengan realisasi belanja negara tahun lalu, yang termasuk dalam realisasi pembayaran kurang bayar subsidi dan DBH. "Jadi kalau tidak memperhitungkan pembayaran kurang bayar di 2016 tersebut realisasi belanja transfer tetap lebih tinggi dan realisasi belanja K/L juga lebih tinggi dari 2016," kata Askolani kepada KONTAN, Minggu (9/4). Sayangnya, ia masih enggan menyebutkan angka realisasi belanja hingga kuartal pertama tahun ini. Adapun realisasi pendapatan negara di kuartal pertama tahun lalu tercatat sebesar Rp 247,6 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 204,7 triliun dan PNBP Rp 42,9 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan perpajakan saja di kuartal pertama 2017 sebesar Rp 237,49 triliun, yang terdiri dari penerimaan pajak Rp 222 triliun serta penerimaan bea dan cukai Rp 15,49 triliun. Artinya, penerimaan perpajakan tersebut tumbuh 16% YoY. Ekonom SKHA Institute for Global Competitivenes Eric Sugandi mengatakan, lambatnya penyerapan anggaran belanja tersebut disebabkan beberapa kemungkinan. Pertama, belanja pemerintah memang menggunakan sistem
reimbursement sehingga akan terjadi peningkatan serapan belanja yang tajam di kuartal keempat nanti. "Terapi ini tentunya tidak bisa menjelaskan semua kenapa belanja melambat secara YoY," kata Eric. Kedua, pemerintah lebih konservatif dalam belanja awal tahun untuk menjaga defisit anggaran sambil memantau sisi penerimaan. Pemerintah lanjutnya, akan mempercepat belanja penerimaan cukup aman. Ketiga, karena adanya wacana pemerintah mengalihkan belanja barang ke belanja modal dalam APBN Perubahan nanti untuk mempercepat pembangunan infrstruktur.
Lebih lanjut menurutnya, jika serapan anggaran belanja di semester melambat, maka akan berdampak pada tidak optimalnya pertumbuhan ekonomi. Walaupun, daya dorong pertumbuhan ekonomi dari pengeluaran pemerintah terbatas. Jika rata-rata realisasi belanja setiap dua bulan sama dengan realisasi belanja di dua bulan pertama di tahun ini sebesar Rp 225,6 triliun, maka hingga akhir tahun realisasi belanja negara hanya mencapai Rp 1.353,6 triliun. Anga itu masih jauh dari target dalam APBN 2017 yang sebesar Rp 2.080,5 triliun. Namun ia optimistis, "realisasi belanja mungkin bisa tercapai 90%-95% dari target dalam APBN-P nanti," kata Eric. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto