Duh! Efek segar Yunani ternyata sudah pudar



JAKARTA. Kemenangan Partai Demokrasi Baru pada pemilihan kedua Yunani, Minggu (17/6), meniupkan angin segar bagi pasar finansial. Tapi, efek positif ini tak bertahan lama. Sehari setelah pemilihan, imbal hasil obligasi Spanyol bertenor 10 tahun malah melampaui 7%. Ini pertama terjadi sejak terbentuknya mata uang tunggal euro.

Bagi Yunani, pemilihan ini menjadi pintu membentuk pemerintahan baru. Pemerintahan baru ini masih memiliki banyak pekerjaan rumah, termasuk menghadapi utang menumpuk dan persyaratan dana talangan dari kreditur internasional. "Kegelisahan terhadap utang masih bakal ada. Eropa kemungkinan baru bisa pulih dalam waktu tiga sampai lima tahun ke depan," kata pengamat ekonomi David Sumual.

Ciaran O\'Hagan, Head of Interest Rate Strategy Societe Generale SA di Paris mengatakan kelonggaran pasar pasca pemilihan Yunani akan sangat pendek. "Fokus kini kembali ke Spanyol. Perkembangan terbaru terus menambah masalah," kata O\'Hagan.


Senin (18/6), Bank of Spain mencatatkan kenaikan kredit macet menjadi 8,72% di bulan April, tertinggi sejak 1994. Maret lalu, kredit macet baru mencapai 8,37%.

Buruk di Eropa, krisis ini masih bisa menguntungkan Indonesia. Demi mendulang imbal hasil investasi tinggi, investor akan mencari lahan membiakkan duit mereka, termasuk di Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki imbal hasil investasi lebih tinggi.

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kemkeu Rahmat Waluyanto, mengungkapkan kemenangan partai yang pro-bailout ini akan memberi sentimen positif bagi pasar. Imbasnya, "Ke depan, arus modal asing akan kembali masuk ke Indonesia dan negara-negara berkembang," ujarnya.

Rahmat mengatakan, Eropa dan Amerika Serikat masih akan menerapkan kebijakan suku bunga rendah. Alhasil, investor menyerbu kawasan negara berkembang. Banyaknya arus modal masuk ke Tanah Air bisa menekan imbal hasil, sehingga pemerintah bisa menerbitkan surat utang bertenor panjang.

Dari sisi perdagangan, Indonesia masih mengalami kesulitan melakukan transaksi dengan Eropa. Masih belum mapannya postur keuangan negara-negara Eropa, menyebabkan ekspor bisa turun.

David mengatakan, eksportir dan pengusaha Indonesia perlu waspada dengan wilayah Eropa bagian selatan, seperti Italia, Spanyol, Siprus, dan Yunani yang masih bergejolak. "Kebanyakan pebisnis masih wait and see, tetapi seharusnya kita bisa melakukan perdagangan dari wilayah lain di Asia," imbuh David.

Selama ini Eropa mengkontribusi sekitar 11% ekspor Indonesia. Tetapi angka ini bisa digantikan dari sumbangan kawasan Asia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri