JAKARTA. Bila industri gula nasional tidak bisa bersaing dari sisi produksi dan harga, maka bukan mustahil Indonesia akan diserbu gula impor dan rafinasi asal negara-negara tetangga dengan harga yang relatif jauh lebih murah.Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Ismed Hasan Putro mengatakan, tahun 2015 bisa jadi merupakan kematian industri gula nasional. Ini akibat merembesnya gula rafinasi ke pasar-pasar tradisional yang membuat harga gula turun drastis."Tahun ini awal kematian industri gula tebu BUMN. Salah satunya karena tidak efisiennya produksi karena pabriknya sudah tua, dari zaman Belanda. Di Kupang misalnya, harga gula tebu Rp 5.000. Itu dari Australia yang masuk lewat Timor Leste. Kontrol perbatasan tidak terjaga dengan baik," kata Ismed dalam konferensi pers di kantor pusat PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Senin (23/12/2013).Ismed menekankan bahwa pada 2015, Indonesia akan dihadapkan pada masyarakat ekonomi ASEAN, dengan kondisi bahwa berbagai macam produk dapat leluasa masuk ke pasar. Ini tak terkecuali gula impor dengan harga yang jauh lebih murah. "Pada 2015 akan ada ASEAN Free Trade. Harga gula di Cape Town dan Thailand HPP-nya Rp 3.500 sampai Rp 4.000. Di Indonesia BUMN minimal Rp 6.000 sampai Rp 8.000 HPP-nya. Bagaimana bisa bersaing dengan gula dari Vietnam atau Thailand nanti?" ujar dia.Kuota gula rafinasi saat ini, kata Ismed, tampaknya tidak ada batasnya hingga bisa merembes ke pasar ritel. Keadaan ini menurutnya membuat berbagai regulasi terkait gula tidak berguna akibat minimnya pencegahan gula rafinasi."Kuota gula rafinasi seperti tidak terbatas, bahkan sampai ke pasar dan rumah tangga, padahal harusnya buat industri makanan dan minuman. Berbagai regulasi jadi nothing ketika tidak ada pencegahan itu (gula rafinasi) beredar. Perlindungan terhadap industri gula sangat minim, bahkan tidak ada," tekannya. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Duh, Indonesia berpotensi diserbu gula impor murah
JAKARTA. Bila industri gula nasional tidak bisa bersaing dari sisi produksi dan harga, maka bukan mustahil Indonesia akan diserbu gula impor dan rafinasi asal negara-negara tetangga dengan harga yang relatif jauh lebih murah.Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Ismed Hasan Putro mengatakan, tahun 2015 bisa jadi merupakan kematian industri gula nasional. Ini akibat merembesnya gula rafinasi ke pasar-pasar tradisional yang membuat harga gula turun drastis."Tahun ini awal kematian industri gula tebu BUMN. Salah satunya karena tidak efisiennya produksi karena pabriknya sudah tua, dari zaman Belanda. Di Kupang misalnya, harga gula tebu Rp 5.000. Itu dari Australia yang masuk lewat Timor Leste. Kontrol perbatasan tidak terjaga dengan baik," kata Ismed dalam konferensi pers di kantor pusat PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Senin (23/12/2013).Ismed menekankan bahwa pada 2015, Indonesia akan dihadapkan pada masyarakat ekonomi ASEAN, dengan kondisi bahwa berbagai macam produk dapat leluasa masuk ke pasar. Ini tak terkecuali gula impor dengan harga yang jauh lebih murah. "Pada 2015 akan ada ASEAN Free Trade. Harga gula di Cape Town dan Thailand HPP-nya Rp 3.500 sampai Rp 4.000. Di Indonesia BUMN minimal Rp 6.000 sampai Rp 8.000 HPP-nya. Bagaimana bisa bersaing dengan gula dari Vietnam atau Thailand nanti?" ujar dia.Kuota gula rafinasi saat ini, kata Ismed, tampaknya tidak ada batasnya hingga bisa merembes ke pasar ritel. Keadaan ini menurutnya membuat berbagai regulasi terkait gula tidak berguna akibat minimnya pencegahan gula rafinasi."Kuota gula rafinasi seperti tidak terbatas, bahkan sampai ke pasar dan rumah tangga, padahal harusnya buat industri makanan dan minuman. Berbagai regulasi jadi nothing ketika tidak ada pencegahan itu (gula rafinasi) beredar. Perlindungan terhadap industri gula sangat minim, bahkan tidak ada," tekannya. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News