TOKYO. Pemerintah Jepang berencana menyeret Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO) terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih mineral termasuk nikel. Sikap ini dilakukan karena Jepang merupakan negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia. "Langkah-langkah sepihak di Indonesia itu tidak sesuai dengan aturan WTO," kata Takayuki Ueda, direktur umum dari industri manufaktur, Departemen Perdagangan Jepang, kemarin (11/6). Rencananya, Indonesia akan melarang ekspor mineral tambang mentah tahun 2014 mendatang.Menurut Ueda, pemerintah Jepang akan berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Jenewa, Swiss. Selain melarang ekspor bijih mineral tambang, Indonesia juga menerapkan bea keluar (BK) ekspor sebesar 20%.Ueda menegaskan, adanya beleid tersebut, industri manufaktur di Jepang khawatir kinerja industri mereka akan melorot. Sebab, biaya produksi perusahaan mereka akan membengkak.Kekhawatiran industri manufaktur di Jepang cukup beralasan, sebab Indonesia merupakan sumber bahan baku biji mineral utama bagi Jepang. "Tidak ada negara lain yang menggantikan Indonesia," kata Toshio Nakamura, manajer umum bahan baku steel di Mitsui & Co yang merupakan pedagang nikel terbesar di Jepang. Dampak lain dari beleid yang diterbitkan pemerintah Indonesia itu adalah, adanya potensi kenaikan harga nikel sebesar 17% menjadi US$ 20.000 per metrik ton pada kuartal keempat nanti. Sukristiyawan, manajer senior pemasaran PT Aneka Tambang, produsen terbesar nikel di Indonesia bilang, ekspor nikel dari Indonesia diperkirakan turun 20% pada semester II tahun ini.Usaha NegosiasiAgar aturan tersebut tidak merugikan industri manufaktur di Jepang, pemerintahan negeri Sakura itu berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Indonesia. Rencananya, pemerintah Jepang akan bersua dengan Rizal Affandi Lukman, Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan Internasional dan Kerjasama Ekonomi.Ueda bilang, mereka sudah sepakat untuk melakukan pembicaraan terkait beleid larangan ekspor bijih tambang tersebut. Selain itu, Ueda mengaku siap memberikan dukungan kepada Indonesia, terkait dengan pembinaan industri di Indonesia dengan meningkatkan nilai tambah pada biji besi yang belum diolah."Melawan Indonesia tidak obyektif bagi Jepang. Jepang memiliki hubungan jangka panjang dengan Indonesia dan hubungan bisnis juga dekat," kata Ueda. "Kami ingin mencari solusi melalui dialog," tambahnya. Data Kementerian Keuangan Jepang menyebutkan, negaranya mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel pada tahun 2011. Indonesia memasok 1,95 juta ton, atau 53%, diikuti oleh Kaledonia Baru dengan 27% dan Filipina dengan porsi 19%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Duh! Jepang ancam seret Indonesia ke WTO
TOKYO. Pemerintah Jepang berencana menyeret Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO) terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih mineral termasuk nikel. Sikap ini dilakukan karena Jepang merupakan negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia. "Langkah-langkah sepihak di Indonesia itu tidak sesuai dengan aturan WTO," kata Takayuki Ueda, direktur umum dari industri manufaktur, Departemen Perdagangan Jepang, kemarin (11/6). Rencananya, Indonesia akan melarang ekspor mineral tambang mentah tahun 2014 mendatang.Menurut Ueda, pemerintah Jepang akan berusaha menempuh jalan negosiasi sebelum memutuskan untuk menyeret Indonesia ke markas besar WTO di Jenewa, Swiss. Selain melarang ekspor bijih mineral tambang, Indonesia juga menerapkan bea keluar (BK) ekspor sebesar 20%.Ueda menegaskan, adanya beleid tersebut, industri manufaktur di Jepang khawatir kinerja industri mereka akan melorot. Sebab, biaya produksi perusahaan mereka akan membengkak.Kekhawatiran industri manufaktur di Jepang cukup beralasan, sebab Indonesia merupakan sumber bahan baku biji mineral utama bagi Jepang. "Tidak ada negara lain yang menggantikan Indonesia," kata Toshio Nakamura, manajer umum bahan baku steel di Mitsui & Co yang merupakan pedagang nikel terbesar di Jepang. Dampak lain dari beleid yang diterbitkan pemerintah Indonesia itu adalah, adanya potensi kenaikan harga nikel sebesar 17% menjadi US$ 20.000 per metrik ton pada kuartal keempat nanti. Sukristiyawan, manajer senior pemasaran PT Aneka Tambang, produsen terbesar nikel di Indonesia bilang, ekspor nikel dari Indonesia diperkirakan turun 20% pada semester II tahun ini.Usaha NegosiasiAgar aturan tersebut tidak merugikan industri manufaktur di Jepang, pemerintahan negeri Sakura itu berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Indonesia. Rencananya, pemerintah Jepang akan bersua dengan Rizal Affandi Lukman, Deputi Menko Perekonomian Bidang Perdagangan Internasional dan Kerjasama Ekonomi.Ueda bilang, mereka sudah sepakat untuk melakukan pembicaraan terkait beleid larangan ekspor bijih tambang tersebut. Selain itu, Ueda mengaku siap memberikan dukungan kepada Indonesia, terkait dengan pembinaan industri di Indonesia dengan meningkatkan nilai tambah pada biji besi yang belum diolah."Melawan Indonesia tidak obyektif bagi Jepang. Jepang memiliki hubungan jangka panjang dengan Indonesia dan hubungan bisnis juga dekat," kata Ueda. "Kami ingin mencari solusi melalui dialog," tambahnya. Data Kementerian Keuangan Jepang menyebutkan, negaranya mengimpor 3,65 juta ton bijih nikel pada tahun 2011. Indonesia memasok 1,95 juta ton, atau 53%, diikuti oleh Kaledonia Baru dengan 27% dan Filipina dengan porsi 19%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News