Duh! Jumlah bibit sapi lokal masih kurang



JAKARTA. PT Santosa Agrindo, anak usaha PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk mengaku kesulitan mendapatkan pasokan sapi bakalan. Akibatnya, pemanfaatan kandang milik perusahaan penggemukan sapi atau feedloter ini tidak bisa maksimal.

Dayan Antoni, Head of Government Relation and Business Development Santosa Agrindo mengatakan, tahun ini, utilitas kandang penggemukan sapi perusahaannya turun drastis. "Perusahaan penggemukan bergantung sapi  bakalan impor," kata dia.

Dengan ketergantungan yang tinggi itu pula, pengurangan kuota impor dari 64.000 ekor pada 2011 menjadi 41.500 ekor tahun ini membuat Santosa Agrindo kelabakan. Apalagi pasokan sapi lokal terbatas. Kata Dayan, pengurangan kuota impor membuat pengelolaan kandang tidak efisien.


Separuh utilitas

Santosa Agrindo mendapat jatah impor 41.500 ekor sapi bakalan dari total kuota nasional 283.000 ekor. Dari jatah sebanyak itu, perusahaan ini sudah merealisasikan seluruh impornya. Pada pertengahan Oktober 2012, impor sapi bakalan Santosa Agrindo terakhir datang sebanyak 1.500 ekor dari Australia.

Perusahaan ini memiliki tiga kandang penggemukan sapi, dua kandang di Lampung, dan satu di Probolinggo. Kandang yang di Lampung memiliki kapasitas 25.000 ekor dan 15.000 ekor, sedangkan satu kandang di Probolinggo mencapai 15.000 ekor.

Kandang di Lampung khusus untuk sapi bakalan impor, sedangkan di Probolinggo untuk sapi lokal. "Sebanyak 80% impor, sisanya lokal," kata dia. Dari total kapasitas kandang di Probolinggo, utilisasi kandang Santosa Agrindo hanya separuh atau sekitar 8.000 ekor tahun ini.

Kecilnya pemanfaatan kandang karena perusahaan ini sulit mencari sapi bakalan lokal. Sekadar informasi, usia sapi bakalan untuk digemukkan 1 tahun-2 tahun dengan berat 200-300 kilogram.

Dengan kriteria seperti itu, sapi bakalan impor dinilai lebih mudah dan praktis karena dapat didatangkan dalam jumlah banyak dan seragam, tidak seperti sapi bakalan lokal. Apalagi sampai sekarang  peran blantik atau makelar sapi menentukan harga di pasaran. "Kita tidak antisapi bakalan lokal, namun selama ini pasokan lokal belum bisa mencukupi," ujarnya.

Kondisi itu membuat harga sapi bakalan lokal lebih tinggi dibanding sapi impor. Pada akhir pekan lalu, harga sapi bakalan impor sebesar US$ 3 per kg atau sekitar Rp 29.000 per kg berat hidup, sedangkan sapi bakalan lokal Rp 33.000 per kg berat hidup.

Walau memiliki harga mahal, namun produktivitas sapi bakalan lokal lebih rendah. Sapi bakalan impor dapat digemukkan hingga 1,5 kg per hari, sedang sapi bakalan lokal hanya sekitar 0,8 kg-1 kg per per hari.

Bukan hanya Santosa Agrindo yang mengalami pemangkasan kuota impor sapi bakalan. PT Great Giant Livestock, anak usaha Gunung Sewu Group, juga hanya mendapat jatah impor sapi bakalan 20.686 ekor tahun ini, turun dari tahun 2011 sebanyak 52.563 ekor dan 2010 sebanyak 64.623  ekor sapi.

Karena itu, perusahaan ini berencana mengembangkan bisnis pembibitan sapi potong di Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun depan. Bibit sapi yang dihasilkan akan dipakai untuk memenuhi kapasitas kandang penggemukan yang  mencapai 30.000 ekor.

Perusahaan ini juga akan meningkatkan penyerapan sapi lokal sehingga melampaui penyerapan tahun lalu yang sebanyak 4.431 ekor. "Bisnis di sektor peternakan ini sangat baik dalam waktu jangka panjang atau jangka pendek," ujar Didik Purnomo, Direktur Operasional Great Giant Livestock (GGL).      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri