BEIJING. Krisis Eropa benar-benar memukul perekonomian China. Lihat saja, pada Juli lalu, pertumbuhan tingkat ekspor China mendekati nol alias stagnan. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah China, pengiriman barang ke luar negeri hanya naik 1% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan tingkat impor CHina mencatatkan kenaikan 4,7%. Hal itu juga menyebabkan surplus perdagangan China terpapas menjadi US$ 25,1 miliar dari US$ 31,5 miliar pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekspor tersebut di bawah estimasi 32 analis yang disurvei Bloomberg. Asal tahu saja, analis meramal pertumbuhan ekspor China akan melonjak 8% pada Juli. Sedangkan untuk tingkat impor, pertumbuhannya diestimasi mencapai 7%. Data yang mengecewakan dari China ini semakin meningkatkan tekanan kepada pemerintah Beijing untuk segera mengambil langkah agresif untuk menggairahkan kembali perekonomiannya. Apalagi, data tingkat produksi industri dan penjualan ritel yang dirilis kemarin (9/8) juga di bawah estimasi. "Faktor eksternal masih menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Asia, termasuk China. Sejauh ini, pemerintah Asia masih menahan diri untuk menggelontorkan stimulus karena cemas akan dampak samping atas kebijakan tersebut," papar Chetan Ahya, analis Morgan Stanley.
Duh, tingkat ekspor China pada Juli mendekati nol
BEIJING. Krisis Eropa benar-benar memukul perekonomian China. Lihat saja, pada Juli lalu, pertumbuhan tingkat ekspor China mendekati nol alias stagnan. Berdasarkan data yang dirilis pemerintah China, pengiriman barang ke luar negeri hanya naik 1% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan tingkat impor CHina mencatatkan kenaikan 4,7%. Hal itu juga menyebabkan surplus perdagangan China terpapas menjadi US$ 25,1 miliar dari US$ 31,5 miliar pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekspor tersebut di bawah estimasi 32 analis yang disurvei Bloomberg. Asal tahu saja, analis meramal pertumbuhan ekspor China akan melonjak 8% pada Juli. Sedangkan untuk tingkat impor, pertumbuhannya diestimasi mencapai 7%. Data yang mengecewakan dari China ini semakin meningkatkan tekanan kepada pemerintah Beijing untuk segera mengambil langkah agresif untuk menggairahkan kembali perekonomiannya. Apalagi, data tingkat produksi industri dan penjualan ritel yang dirilis kemarin (9/8) juga di bawah estimasi. "Faktor eksternal masih menjadi faktor utama perlambatan ekonomi Asia, termasuk China. Sejauh ini, pemerintah Asia masih menahan diri untuk menggelontorkan stimulus karena cemas akan dampak samping atas kebijakan tersebut," papar Chetan Ahya, analis Morgan Stanley.