Dukung divestasi BUMN asal menghasilkan revenue tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Performa badan usaha milik negara (BUMN) di Indonesia saat ini menunjukkan suatu kondisi pareto, yang mana sekitar 80% dari total kontribusi pendapatan BUMN, hanya disumbang oleh sekitar 20% dari total perusahaan yang ada. "Ini artinya banyak BUMN yang belum beroperasi secara optimal," ungkap Toto Pranoto, Direktur Kerjasama Universitas Indonesia (UI) dalam webinar bertajuk  Prospek BUMN 2021 Sebagai Lokomotif PEN dan Sovereign Wealth Fund, Kamis (4/3/2020).

Merujuk data BRG LM FEB UI, total aset BUMN per 2019 mencapai Rp 8.739 triliun dengan revenue senilai Rp 2.456 triliun, tapi hanya mampu mencetak laba bersih sebesar Rp 165 triliun. Menurut Toto, dalam roadmap BUMN 2016-2019, sasaran yang ingin dicapai dalam kurun empat tahun ke depan adalah pemangkasan jumlah BUMN, dari 113 BUMN saat ini menjadi sebanyak 85 BUMN ideal. Sebab itu, pihaknya mengapresiasi dan mendukung kebijakan Kementerian BUMN yang akan memangkas jumlah BUMN dengan pembentukan holding BUMN.

Ke depan, kondisi BUMN Indonesia akan menuju jumlah BUMN yang ideal dan dapat bergerak lincah. "Misalnya hanya 25 BUMN besar saja karena ujungnya ke setoran return dan pengelolaan akan lebih simple. Tapi, menjadi pertanyaannya cukup komplek juga karena BUMN tidak hanya sebagai entitas komersil namun ada tujuan-tujuan PSO (public service obligation) dan ini kadang-kadang memberatkan keuangan perusahaan," terang Senior Researcher BUMN Research Group LM FEB UI ini.   


Meski demikian, Toto bilang, apa yang dilakukan oleh Kementerian BUMN dengan melakukan divestasi pada sejumlah BUMN berkinerja keuangan dan operasional buruk, atau divestasi terhadap perusahaan pelat merah yang jasa-jasa servisnya sudah bisa ditangani oleh pihak swasta pada dasarnya adalah upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi BUMN. "Usulan Kementerian BUMN untuk mendivestasi perusahaan perusahaan tersebut kita sambut baik, sehingga ke depan jumlah BUMN kita tidak terlalu besar. Kemudian, kebijakan holding company patut disambut baik selama bisa menciptakan  revenue yang lebih tinggi, jadi perlu didukung," ujarToto.

Terkait proyeksi kinerja BUMN, Toto bilang trennya terus menunjukkan perbaikan dan masih bisa lebih dioptimalkan. Yang terang, secara umum, kinerja BUMN terus mencatatkan hasil yang positif dalam beberapa tahun terakhir. Namun, berkaca dengan kawasan regional, performa ini bisa terus ditingkatkan untuk dapat bersaing dengan Temasek, bahkan SASAC (China). Dari rasio total aset terhadap PDB Nominal yang meningkat di tahun 2018 dari 53.1% menjadi 54.7%. Kemudian, rasio pendapatan terhadap PDB Nominal meningkat dari 14.9% menjadi 15.9%. Laba bersih cenderung menurun. Secara umum, BUMN lebih produktif di tahun 2019, namun profitabilitas masih menjadi catatan.

Secara komparasi dengan kinerja Temasek, Khazanah, dan 20 BUMN Tbk, maka bisa dilihat BUMN Indonesia relatif memiliki tingkat pertumbuhan total aset dan tingkat pertumbuhan laba bersih paling tinggi ketimbang Temasek dan Khazanah. "Namun BUMN mendapatkan kinerja pertumbuhan yang buruk hampir di seluruh aspek lain di tahun 2019," beber Toto.

Meski demikian, pada sektor telekomunikasi, terlihat bahwa Telkom Indonesia memiliki progress yang cukup baik jika dibandingkan dengan BUMN Malaysia (Telekom Malaysia) dan Singapura (Singtel). Telkom Indonesia mencatatkan perubahan asset (7,3%) dan perubahan revenue (8%). "Profit margin Telkom Indonesia  pada tahun 2019 juga cukup bersaing dibandingkan kompetitor," sebutnya.

Singtel beroperasi di Singapura dan Australia, selain itu Singtel juga melakukan regional mobile association dengan operator-operator seluler di negara-negara Asia dan Afrika, seperti Telkomsel di Indonesia, AIS di Thailand, dan Globe di Filipina. Adapun sebagian besar pendapatan Telkom (44.2%) dikontribusikan oleh segmen data, Internet, dan jasa IT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan