Dulu karyawan, kini bos produk kecantikan



KONTAN.CO.ID - Hidup memang penuh kejutan. Sebagai lulusan desain grafis, Tiara Pradita Adikusumah, tak menyangka jalan hidup akan membawanya menjadi pengusaha. Terlebih menggeluti bisnis kecantikan seperti yang sekarang dia tekuni.

Karier di dunia bisnis dimulainya sejak 2015. Kala itu, ia memberanikan diri membuka usaha kosmetik yang dinamakan Polka Beauty. Pekerjaan sebelumnya, di sebuah perusahaan produk kecantikan, menjadi bekal Tiara untuk bisa melahirkan produk sendiri.

Bersama tiga orang rekan, Tiara mendirikan dan mengembangkan usaha Polka Beauty. Ketiga orang tersebut kebetulan masih kerabatnya sendiri. Mereka adalah Desty Uwais, Fitri Reksoprodjo, dan Astrid Rahma Novali.


Tiara tak menyangka, bisnis yang berawal dari coba-coba tersebut mendapat respons positif dari pasar. Terbukti saat pertama kali merilis produk di pasaran, sebanyak 8.000 pieces lipstik ludes terjual dalam jangka waktu tiga bulan.

“Ekspektasi kami, produk tersebut akan habis dalam jangka waktu setahun. Ternyata, hasilnya mengejutkan dan membuat kami jadi lebih semangat,” kata Tiara, Founder sekaligus Vice President Brand and Product Development Polka Beauty.

Awalnya, Tiara khawatir produk Polka Beauty tidak diterima pasar.  Bukan saja karena belum berpengalaman, persaingan di bisnis produk kecantikan juga sangat ketat.

Sementara mereka sudah serius merintis usaha ini. Saat itu, ia dan ketiga rekannya merogoh kocek tidak kurang dari Rp 200  juta sebagai modal awal.

Bila usaha tersebut tidak berkembang, tentu kerugian yang ditanggung cukup besar. “Itu yang membuat kami cukup khawatir saat itu,” ujarnya.

Namun, berkat strategi marketing yang fokus pada penjualan online, bisnisnya berhasil berkembang sejak awal-awal merintis usaha. Strategi pemasaran online itu dilakukan dengan menggaet 100 influencer, beauty blogger, dan artis. Tak sia-sia, upaya tersebut berhasil membuat produknya laris di pasaran.

“Sewaktu mau rilis produk, kami buat PR Kit yang bentuknya Instagramable kepada 100 influencer. Kami tidak endorse, jadi terserah mereka mau review produk kami atau tidak,” katanya.

Rupanya, banyak influencer yang memberikan ulasan positif terhadap produknya. Tiara menilai, strategi pemberian produk secara cuma-cuma ke para influencer tersebut cukup menguntungkan mereka. Sebabnya, mereka bisa mendapatkan konten untuk media sosial ataupun blognya.

“Yang membaca dan melihat kontennya juga bisa menilai bahwa opini yang disampaikan mereka ini jujur. Dan memang karena kami tidak membayarnya, review-nya terserah opini mereka saja,” jelasnya.

Namun, persoalan justru muncul saat semua stok lipstik yang ada di gudang Polka Beauty habis tak bersisa. Padahal, saat itu masih banyak netizen menanyakan produk Polka Beauty dan memesan untuk membelinya.

Lantaran produk sudah ludes, terpaksa selama kurang lebih satu hingga dua bulan mereka nyaris tidak berjualan. Tiara mengakui banyak konsumen yang mengeluhkan hal ini.

Belajar dari pengalaman, para founder Polka Beauty akhirnya membuat jadwal mengisi stok produk. Tujuannya agar produk selalu tersedia di gudang.

Andalkan agen

Sejak awal berdiri, konsep reseller sudah menjadi salah satu strategis penjualan Polka Beauty. Tiara sendiri mengaku cukup kewalahan melayani banyaknya permintaan orang yang ingin menjadi reseller Polka Beauty.

Lantaran terlalu banyak, ia pun sempat kesulitan mengawasi para reseller tersebut. Padahal, baginya reseller Polka Beauty bukan sekedar alat mengeruk untung. Tapi juga sebagai tenaga marketing yang mampu memperkuat branding Polka Beauty di pasaran.

Untuk mengatasi hal ini, tercetuslah konsep beauty preneur. “Agen beauty preneur ini adalah representasi dari brand dan identitas Polka, bukan sekedar alat cari untung. Maka itu, untuk menjadi beauty preneur ada persyaratan yang harus dipenuhi,” jelasnya.

Ada dua syarat utama yang harus dipenuhi agen beauty preneur. Yakni, tidak boleh ada dalam satu wilayah dan memiliki komitmen untuk turut membangun dan mengembangkan Polka Beauty.

Lewat konsep beauty preneur ini, ia fokus memberdayakan para perempuan yang senang berjualan online. Hingga saat ini, agen beauty preneur ini di antaranya tersebar di wilayah Jakarta, Bogor, Bali, Semarang dan Makassar. Ke depan, agen beauty preneur ini akan terus bertambah.

Melalui konsep tersebut, Tiara pun menerapkan sistem di mana reseller hanya bisa mengambil produk dari agen beauty preneur. Dengan begitu, pusat hanya mengawasi para agen.

Dalam kerjasama dengan agen, ia mematok sistem bagi hasil.  Yakni, sekitar 40% dari harga produk menjadi bagian agen.

Bagi Tiara, strategi agen beauty preneur ini cukup menguntungkan dalam hal inventori dan arus kas. Sebab, para agen harus membayar sebesar Rp 30 juta terlebih dulu untuk mendapatkan produk Polka Beauty.

Dari pengalamannya, rata-rata seluruh produk habis terjual oleh agen dalam satu hingga tiga bulan. “Metode ini bisa memperlancar arus kas kami,” imbuhnya.

Untuk meningkatkan loyalitas para agen, Tiara menggelar pertemuan tahunan. Selain ajang kumpul, event tersebut juga dimanfaatkan sebagai ajang berbagi info.

Biasanya, ia akan menjelaskan rencana Polka Beauty setahun ke depan sekaligus memperkenalkan produk terbaru yang akan meluncur di tahun tersebut.

Selain didongkrak para agen, Tiara mengakui penjualan Polka Beauty tumbuh karena marketplace. Menurutnya, berbagai promo menarik hingga potongan harga yang disubsidi marketplace adalah hal yang menguntungkan bagi Polka Beauty.

Sejak tahun 2016, Polka Beauty telah hadir di berbagai marketplace, seperti Sephora, Sociolla, Tokopedia, Zilingo, JD.id, dan Shopee. Lewat agen dan e-commerce, penjualan produk Polka bisa mencapai 100–200 pieces per hari.

Jika dihitung, omzet Polka Beauty tidak kurang Rp 555 juta per bulan. “Saat Harbolnas kemarin, sehari bisa terjual antara 300-400 pieces,” jelasnya.

Terang saja konsumen berminat membeli karena saat Harbolnas, harga Polka Beauty di salah satu marketplace menjadi Rp 28.000, dari harga normal Rp 185.000 per pieces. Tiara bilang, diskon tersebut adalah hasil akhir dari pemberian diskon Polka Beauty sebesar 40%, ditambah dengan diskon dari marketplace tersebut.

Jadi merek global

Kata pepatah, hasil terkadang tak akan pernah membohongi usaha. Sejak awal merintis usaha, Tiara dan tiga orang rekannya sangat bersungguh-sungguh menjalani usaha di bidang produk kecantikan ini.

Mereka merintis usaha ini dari nol. “Awalnya kami berempat kerap berkumpul dan bertukar pikiran,” ujarnya.

Dari diskusi tersebut mereka berusaha mencari formula produk yang terbaik, termasuk mencari pabrikan yang akan dipilih untuk memproduksi varian Polka Beauty. “Kurang lebih perlu waktu enam bulan untuk menghasilkan formula yang kami inginkan,” ujar Tiara.

Sementara untuk produksi dipilihlah satu pabrik milik kenalan Tiara. Setelah bisnis mereka berjalan, perusahaan manufaktur yang dipilih jadi makloon ini tak hanya satu.

Dalam memilih pabrik, Tiara mencari referensi melalui berbagai produk kosmetik di pasaran. “Di produk kosmetik itu kan harus dicantumkan produknya dibuat di mana dan oleh siapa. Nah, kami coba datangi satu per satu,” katanya.

Sementara untuk membuat kemasan yang menarik, mereka berburu hingga ke Korea Selatan. Proses mencari formula lipstik, pabrikan, kemasan, badan hukum usaha, sertifikasi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), hingga sertifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) ini dikerjakan secara paralel.

Tidak berhenti di situ, mereka juga terus berupaya memperkuat brand Polka Beauty agar bisa mengglobal, seperti pemberian nama Polka yang diambil dari nama tarian folk di Timur Tengah.

Filosofinya, brand Polka ini mengusung identitas yang penuh semangat, optimistis, dinamis dan ceria. “Nama Polka dipilih agar semua orang dari negara manapun bisa mengejanya,” jelasnya.

Dengan begitu, Tiara berharap produknya makin mudah menembus pasar ekspor. Kini, mimpi menjadi brand global pun sudah di depan mata.

Polka sejak 2016 telah memiliki agen beauty preneur di Malaysia, lalu menyusul di Amerika dan Australia. Jika tak ada aral melintang tahun depan juga akan ada beauty preneur di India.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan