Dunia usaha tak setuju dengan batas waktu PPh UKM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) 46/2013 sudah rampung. Dalam revisi aturan tersebut, tarif PPh final untuk UKM diturunkan jadi 0,5% dari yang saat ini 1%.

Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, dalam revisi PP 46 itu akan terdapat pasal yang mengatur batas waktu bagi wajib pajak (WP) orang perorangan (OP) maupun WP badan UKM untuk menggunakan tarif PPh Final.

Untuk WP Badan, kata Robert, batasnya adalah tiga tahun. Batas waktu menggunakan PPh Final UKM dengan tarif 0,5% ini juga berlaku bagi WP OP, yakni enam tahun. Setelah itu, WP diharuskan melakukan pembukuan agar membayar pajak secara normal.


Dari sisi dunia usaha melihat revisi PP ini kurang memihak kepada bisnis. 

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, apabila harus pembukuan, hal ini menyulitkan WP. “Ini sangat menyulitkan bagi WP dengan repot-repot belajar pembukuan. Berarti menambah pusing UKM dengan penerapan peraturan ini,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (21/5).

Ia menganggap seharusnya UKM tidak perlu dikenakan pajak seperti di negara lainnya. Selain itu, ia mengatakan batas yang ditentukan dalam PP itu nantinya perlu lebih fleksibel.

“Harusnya berlaku seterusnya. Apa alasan pemerintah untuk otomatis menerapkan pajak dengan normal?” kata Ikhsan.

Pengamat pajak sekaligus Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, PPh Final atas UKM pada dasarnya merupakan suatu jenis kebijakan presumptive tax, yaitu suatu pengenaan pajak berdasarkan suatu indikator lain di luar penghasilan neto.

Model pajak seperti ini memiliki kelemahan, yaitu UKM bisa jadi tetap berada dalam rezim tersebut dalam jangka waktu lama dan tidak mengikuti sistem yang berlaku secara umum.

“Oleh karena itu, model presumptive juga sebaiknya bersifat temporer (sementara). Adanya ide untuk memberikan batas waktu bagi pajak final merupakan sesuatu yang positif,” kata Darussalam.

Kelemahan lainnya, pajak yang dibayarkan oleh UKM bisa jadi tidak mencerminkan ability to pay-nya karena misal dalam keadaan merugi dia masih tetap dikenakan pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi