KONTAN.CO.ID - Lambatnya daya beli masyarakat disinyalir akibat dari peralihan pola konsumsi konvesional menjadi e-commerce atau perdagangan online. Namun, dugaan itu patut diragukan Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin menyatakan bahwa perlambatan pertumbuhan daya beli di retail konvensional bukan karena e-commerce. “E-commerce berpotensi besar di masa mendatang, tetapi saat ini masih kecil. Jadi bukan karena e-commerce,” katanya kepada KONTAN, Jakarta, Selasa (15/8).
Asal tahu saja, menurut riset Nielsen yang diterima KONTAN menunjukkan, pertumbuhan penjualan barang kebutuhan bulanan konsumen pada semester I-2017 hanya 3,7%
year on year (yoy). Pertumbuhan itu di bawah periode sama tahun 2016 yang naik sebesar 10,2%. Sedangkan penjualan kelompok makanan hanya tumbuh 4,2%, lebih lambat dari periode sama tahun 2016 yang tumbuh 10,7%, dan non makanan 2,4%, anjlok dari 9,1%. Menurut Nielsen, penjualan bahan pangan, seperti mi instan turun 4,4%, air mineral turun 1,8%, dan teh turun 9,2%. Di kelompok non-makanan, penyusutan penjualan terjadi pada sampo sebesar 2,2%, detergen 0,7%, sabun 1,8% dan produk perawatan kulit 1,3%. Nielsen juga menampik asumsi yang mengatakan, turunnya pertumbuhan penjualan eceran karena ada pergeseran ke penjualan online. Nielsen menghitung, penjualan barang kelontong (grocery) tahun 2016 mencapai Rp 450 triliun. Dengan pertumbuhan penjualan 11% di semester I-2016, kenaikan penjualan sekitar Rp 49 triliun di 2017. Sedangkan pertumbuhan penjualan barang konsumer periode sama tahun ini diperkirakan hanya 3,7% atau bertambah Rp 16 triliun. Padahal, penjualan barang konsumer via e-commerce tahun ini diperkirakan hanya naik Rp 1,5 triliun.
Oleh karena itu, menurutnya, konsumsi tetap tumbuh, tetapi mengalami perlambatan pertumbuhan. Hal ini terjadi karena masyarakat kelas atas menunda konsumsi dan masyarakat menengah bawah mengalami stagnasi daya beli. Wijayanto mengatakan, masyarakat kelas atas menunda konsumsi karena masalah psikologis, hal ini terlihat dari semakin tingginya nilai saving di bank. Selain itu, terjadi pergeseran pola konsumsi dimana
leisure activities, seperti traveling dan makan, menjadi semakin penting. Sementara, masyarakat menengah bawah mengalami stagnasi daya beli. Hal ini sejalan dengan penurunan pendapatan riil pekerja sektor pertanian dan konstruksi. Data BPS kuartal ke-2 2017 juga menunjukkan pertumbuhan sektor pertanian, industri dan perdagangan hanya dikisaran 3% saja (yoy). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto