E-commerce Diwajibkan Setor Data ke Bea Cukai Jika Mengimpor Lebih dari 1.000 Kiriman



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewajibkan Pengelola Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) baik yang berbentuk marketplace atau ritel daring, dan e-commerce untuk bermitra dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Dalam aturan tersebut PPMSE wajib bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai bila melakukan transaksi impor lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu kalender.

“Dikecualikan dari kewajiban kemitraan, terhadap PPMSE yang melakukan transaksi impor Barang Kiriman dengan jumlah tidak melebihi 1.000kiriman dalam periode 1 tahun kalender,” mengutip beleid tersebut, Kamis (5/10).


Adapun penelitian terhadap jumlah transaksi PPMSE akan dilakukan oleh Ditjen Bea dan Cukai melalui sistem komputer pelayanan (SKP) oleh pejabat bea dan cukai secara periodik.

Baca Juga: Ditjen Pajak Sudah Tunjuk 161 Pemungut PPN Produk Digital hingga September 2023

Kemudian, apabila menunjukkan informasi bahwa kiriman PPMSE telah melebihi 1.000 kiriman dalam 1 tahun kalender, maka Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan kepada PPMSE untuk melakukan kemitraan dengan tembusan disampaikan kepada Penyelenggara Pos yang melakukan pengurusan impor Barang Kiriman PPMSE yang bersangkutan.  

PPMSE juga wajib melakukan kemitraan paling lama 10  hari sejak surat pemberitahuan. Jika ketentuan kemitraan tidak dipenuhi, maka impor barang kiriman yang transaksinya dilakukan melalui PPMSE tidak akan dilayani Dtjen Bea dan Cukai.

Selanjutnya, jika PPMSE sudah bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai, maka harus melakukan pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas Barang Kiriman yang transaksinya melalui PPMSE melalui SKP, dan bentuk kemitraan lainnya yang dapat meningkatkan pelayanan dan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Katalog elektronik paling sedikit memuat elemen data di antaranya, nama PPMSE, identitas penjual, uraian barang, kode barang, kategori barang, spesifikasi barang, negara asal, satuan barang, harga barang dalam cara penyerahan (incoterm) Delivery Duty Paid (DDP), tanggal pemberlakuan harga, jenis mata uang, dan tautan Uniform Resource Locators (URL) barang.

Lebih lanjut, penyelesaian kewajiban pabean atas barang kiriman hanya akan dilayani oleh Ditjen Bea dan Cukai setelah PPMSE menyampaikan katalog elektronik dan juga invoice elektronik.

Setelah melakukan penelitian, Ditjen Bea dan Cukai bisa mengirimkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan, dalam hal penelitian menunjukkan ketidaksesuaian.  

Baca Juga: Sri Mulyani Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 15,15 Triliun hingga September 2023

Alasan penolakan tersebut adalah, PPMSE tidak melakukan kegiatan kepabeanan dalam jangka waktu 3  bulan berturut-turut, serta PPMSE dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan atau cukai berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan atau PPMSE dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.

Peraturan ini diundangkan pada 18 September 2023 dan mulai berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi