Earth Hour, Pemadaman di DKI Jakarta dan Manfaat Bagi Pengurangan Emisi Karbon



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada Sabtu, 2 Juni 2022 yang lalu sebagian lokasi vital di DKI Jakarta mengalami pemadaman listrik selama satu jam dalam rangka earth hour.

Aksi earth hour dengan pemadaman listrik ini sebagai bentuk simbol kepedulian dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi emisi karbon dan efek gas rumah kaca.

Lalu seberapa besar dampak pemadaman lampu dalam rangka earth hour  yang hanya berlangsung kurang lebih hanya sejam ini?


Baca Juga: Earth hour, lampu Balaikota hingga Monas akan padam

Berkaca pada hasil penghitungan daya yang dilakukan oleh PT PLN saat aksi earth hour pada 2 April 2022 silam, tercatat bahwa hasil pemadaman lampu selama 1 (satu) jam dapat menghemat konsumsi listrik sebesar 171,55 MWh. 

Angka ini berarti bisa menghemat anggaran sebesar sebesar Rp 247,84 juta. Selain itu efek terhadap penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 160,23 ton karbon dioksida.

Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 14 tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pemadaman Lampu dalam rangka Aksi Hemat Energi dan Pengurangan Emisi Karbon. Aturan ini berisi imbauan kepada instansi dan pengelola gedung di DKI Jakarta untuk melakukan pemadaman lampu sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu tahun.

Kali pertama dilakukan pada peringatan aksi Earth Hour 2022 yang digelar pada Sabtu, 26 Maret 2022.  

Kali kedua earth hour pada Peringatan Hari Bumi pada 22 April 2022, dan 

Kali ketiga, earth hour digelar pada 2 Juli 2022 dalam rangka Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5 Juni).

Peringatan earth hour ini dilakukan dengan pemadaman lampu selama sejam di beberapa lokasi vital di DKI Jakarta, mulai pukul 20.30 WIB - 21.30 WIB.

Secara hitungan angka, dengan tiga gelaran aksi pemadaman listrik earth hour di tempat-tempat vital di ibu kota Jakarta ini tentu sangat bermanfaat mengurangi emisi karbon. 

Dengan asumsi tiap ada pemadaman lampu saat earth hour di Jakarta selama sejam, artinya bisa mengurangi 160,23 ton karbon dioksida. Artinya setelah tiga kali melakukan aksi ini, maka ada penghematan atau pengurangan karbon sebanyak 480,69 ton karbon dioksida.

Baca Juga: Padamkan listrik selama satu jam, Pemprov DKI hemat Rp 249 juta

Secara anggaran pembayaran listrik, bisa menghemat sebesar Rp 743,52 juta dari penggunaan energi sebanyak 514.650 Mwh.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki target ambisius untuk menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca (GRK) 30%-50% pada 2030 mendatang. 

Hal ini dilakukan sebagai upaya menuju tercapainya target optimistis net zero emission atau nol emisi karbon di DKI Jakarta pada 2050. Target ini lebih ambisius dibandingkan dengan target secara nasional yang baru tercapai pada 2060 mendatang.

Sebagai gambaran, pada 2018 lalu DKI Jakarta mengklaim sudah mampu menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca sebesar 9 juta ton setahun atau setara dengan 26,51%.

Artinya pada 2019 dalam setahun emisi karbon di DKI Jakarta mencapai 33,95 juta ton, baik dari kegiatan transportasi, produksi industri, dan rumah tangga. 

Sementara tingkat kenaikan emisi karbon di DKI Jakarta berdasarkan penghitungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, per tahun rata-rata sebanyak 2,4 juta ton di wilayah DKI Jakarta (Antara,6/10/2021). 

Beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi emisi karbon, diantaranya adalah:

Dari sisi pengurangan emisi karbon   Pertama, melakukan efisiensi penggunaan energi, menambah penggunaan energi baru dan terbarukan, dan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di DKI Jakarta,

Kedua, mengoptimalkan penggunaan transportasi publik dengan mengintegrasikan stasiun moda transportasi publik di DKI Jakarta

Ketiga menyelesaikan proyek transportasi massal di Jabodetabek seperti proyek MRT, LTR dan BRT

Keempat pengarusutamaan pejalan kaki dan pesepeda

Kelima, dari sisi penambahan produksi oksigen dengan memanfaatkan lahan untuk pertanian kehutanan dan memperluas ruang terbuka hijau, konservasi hutan bakau dan menciptakan pertanian di perkotaan.

Keenam, memperbaiki proses pembuangan limbah industri agar lebih ramah lingkungan

Ketujuh, memperbaiki dan mengurangi sampah limbah rumah tangga dengan meningkatkan reduce, recycle dan reuse mulai dari tingkat rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT).

Banyak upaya agresif lainnya yang bisa ditempuh oleh DKI Jakarta agar upaya mengerem emisi karbon dioksida dan menambah produksi oksigen bisa lebih maksimal di seluruh lahan di DKI Jakarta.

Misalnya optimalisasi penggunaan lahan agar koefisien penggunaan ruang terbuka hijau bisa maksimal. Sebab selama ini banyak bangunan baik milik perorangan maupun badan usaha di DKI Jakarta yang melanggar ketentuan batasan penggunaan lahan dan mempertahankan ruang terbuka hijau.

Cara lain memaksa masyarakat menggunakan transportasi umum seperti merealisasikan jalan berbayar di ruas jalan utama di DKI Jakarta, di integrasikan dengan mengenakan tarif parkir yang tinggi di lokasi-lokasi strategis terutama yang sudah tersedia akses menggunakan transportasi publik. Kebijakan ini akan lebih efektif apabila dibarengi dengan pengenaan pajak kendaraan bermotor dengan tarif lebih tinggi secara prorgresif misalnya untuk kendaraan kedua ketiga, dikenakan tarif berlipat dibandingkan tarif kendaraan pertama.

Menggalakkan reduce, recycle dan reuse dengan memberikan insentif kepada warga yang melakukan hal ini, misalnya lahan yang dipakai untuk recycle sampah dibebaskan dari pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan. Cara lain misalnya mengkonversi tiap ton sampah rumah tangga yang berhasil di reduce dan recycle atau reuse di satu wilayah dengan kompensasi dana.

Selain itu masih banyak cara yang bisa digali asalkan ada niat dan kebersamaan dengan warga maka target emisi nol pada 2050 di DKI Jakarta bukan mimpi yang mustahil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar