KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi di Indonesia rupanya saat ini memiliki risiko yang cukup tinggi. Hal ini tercermin dari indeks Geoquant, sebuah indeks yang mengukur risiko investasi di suatu negara dengan mempertimbangkan faktor pemerintahan, kondisi sosial dan keamanan Mengutip Bloomberg, level indeks Geoquant saat ini berada di level 56,27 atau level tertinggi sejak Agustus 2017 silam. Sebelumnya, rata-rata level indeks Indonesia ada di 56,05. Sementara, untuk rata-rata level indeks Geoquant di empat negara Asia yang di-
cover berada di level 52,07. Ari Pitojo, Chief Investment Officer Eastspring Indonesia menuturkan, kenaikan risiko tersebut didasari oleh ketidakpastian dari laju penyebaran virus corona di Indonesia maupun negara lainnya. Selain itu, penanganan pandemi di Indonesia tetap akan menjadi sorotan utama para investor.
“Di sisi lain pemilu di Amerika Serikat (AS) juga dilihat berpotensi memengaruhi sentimen dan pergerakan pasar terutama pasar global. Alhasil, kami ekspektasikan volatilitas masih akan tinggi terutama dalam jangka pendek ini,” tutur Ari kepada Kontan.co.id, Senin (26/10).
Baca Juga: Meski indeks risiko naik, dana investor asing tetap mengalir masuk ke Indonesia Sementara dari dalam negeri, Ari menyebut kenaikan risiko juga dipicu oleh beberapa faktor. Mulai dari ketidakpastian laju pemulihan ekonomi, realisasi stimulus pemerintah, kinerja laba perusahaan, hingga keberhasilan pemutusan Omnibus Law masih akan mempengaruhi pergerakan pasar. Oleh karena itu, Ari masih cukup sulit menilai akan seperti apa kinerja pasar investasi hingga akhir tahun ini. Satu yang pasti, ia mengekspektasikan volatilitas masih akan tinggi. Dengan kondisi tersebut, Eastspring mengambil posisi untuk mengatur portofolio reksadana saham mereka dengan bersandar pada sektor-sektor yang cenderung defensif di saat pertumbuhan ekonomi sedang mengalami perlambatan. “Kami pilih sektor berbasis konsumsi, kesehatan dan komunikasi. Dalam pemilihan saham, kami lebih menyukai saham-saham yang berfundamental baik dan mempunyai pendanaan yang kuat. Kami juga melihat adanya peluang bagi beberapa perusahaan yang dapat merestrukturisasi kembali bunga pinjaman di masa suku bunga yang rendah dan berpeluang menikmati stimulus dari pemerintah,” sambung Ari.
Baca Juga: Kemenkeu optimis realisasi pembiayaan utang bisa capai target hingga akhir tahun 2020 Sementara untuk reksadana pendapatan tetap, Ari menyebut portofolio Eastspring masih akan mementingkan likuiditas dan bersandar pada obligasi negara. Dengan tenor jangka menengah (5-10 tahun) atau seri acuan yang jadi pilihan.
Ke depan, Ari melihat sejumlah indikator di berbagai negara termasuk Indonesia perlahan telah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas pasca relaksasi aktivitas publik. Selain itu, menurutnya, komitmen pemerintah untuk mempertahankan independensi Bank Indonesia akan menjadi sentimen positif. Belum lagi keberhasilan pemutusan Omnibus Law serta hasil tes vaksin Covid-19 bisa menjadi harapan bagi pasar investasi Indonesia ke depannya. “Apalagi dalam Omnibus Law akan mempermudah investasi dan meningkatkan efisiensi usaha karena adanya kepastian biaya, kepastian legal dari kemungkinan tuntutan karyawan, dan kecepatan bereaksi terhadap perubahan situasi ekonomi dan industri. Dengan adanya kepastian akan kebijakan-kebijakan tersebut, ini berpotensi memperkuat kondisi pasar Indonesia ke depannya dan menambah animo para investor,” tutup Ari.
Baca Juga: Pengembang properti hadapi tekanan likuiditas, begini rekomendasi analis Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati