Eastspring: Investasi di Indonesia masih menarik



JAKARTA. Tim investasi Eastspring Investments Indonesia masih positif terhadap prospek investasi di pasar modal Indonesia. Namun pasar modal memang dibayangi sejumlah risiko yang berpotensi menahan pertumbuhan investasi.

Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia D. Ari Pitojo menuturkan, pertumbuhan indeks saham di Indonesia tahun depan akan bergantung pada pertumbuhan penjualan dan laba emiten. "Pertumbuhan earning emiten akan mempengaruhi price to earning (P/E) ratio indeks," jelas Ari di Jakarta, Senin (13/10). Sejauh ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih naik, namun earning dan sales emiten cenderung datar. P/E IHSG di akhir 2014 diperkirakan sekitar 14,5 kali.

Tahun depan, ada dua faktor yang akan menentukan pertumbuhan penjualan dan laba perusahaan. Pertama, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM akan mempengaruhi beban perusahaan selama periode perusahaan melakukan penyesuaian terhadap kenaikan harga. Kedua, penurunan harga komoditas.


Ari menuturkan, saat ini konsesus analis memprediksi pertumbuhan laba emiten tahun depan berkisar antara 10%-12%. "Kalau bisa tercapai, IHSG akan naik," jelas Ari.

Global strategist Eastsrping Investments Robert Rountree juga menilai investor asing masih bakal menilai kawasan Asia atraktif. Memang, saat ini pelaku pasar cenderung menarik dananya dari kawasan Asia dan memilih kembali berinvestasi di instrumen dollar Amerika Serikat (AS). Namun pasar modal di kawasan Asia sejatinya hanya terkena sentimen negatif dari buruknya ekonomi dan kinerja pasar modal di emerging market Eropa dan Amerika Latin. "Mereka menganggap emerging market Asia juga berisiko, padahal tidak begitu," sebut Rountree.

Hal ini terlihat dari realisasi penjualan aktual yang dibukukan oleh emiten-emiten di kawasan Asia. Pertumbuhan penjualan emiten di kawasan Asia jauh lebih tinggi ketimbang penjualan emiten di AS.

Padahal di saat yang sama, indeks saham di AS sudah tergolong tinggi dan harga sahamnya mahal. Sementara di Asia, seperti China dan India, indeks sahamnya masih rendah dan harga sahamnya masih murah, sehingga lebih atraktif. Tentu saja, pasar saham Indonesia juga masih menarik.

Rountree menilai saat ini posisi indeks saham Indonesia sudah mencapai level fair value. Meski begitu, peluang pertumbuhan indeks saham masih ada. "Kalau Anda investor dengan view investasi tiga tahun ke depan, Indonesia masih sangat menarik," jelas dia.

Saat ini, pelaku pasar antara lain masih menanti kepastian kenaikan harga BBM. Ari menuturkan, bila harga BBM benar-benar naik, maka indeks saham berpotensi terkoreksi. Secara historikal, IHSG biasanya mengalami koreksi selama kurang lebih satu bulan setelahnya.

Sektor-sektor yang terdampak kenaikan harga BBM biasanya sektor yang terkait dengan bunga dan utang. Di antaranya adalah sektor properti, otomotif dan jasa keuangan.

Sementara sektor-sektor yang lebih defensif di antaranya sektor konsumer, telekomunikasi dan perdagangan umum. "Terutama saham-saham media," imbuh Ari. Meski sektor-sektor ini juga berpotensi turun, namun penurunannya tidak sebesar sektor lain. Dus, sektor-sektor tersebut bisa menjadi pilihan bagi investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata