Efek diskon listrik kurang nendang



JAKARTA. Industri pengguna setrum menyambut gembira diskon tarif listrik hingga 30% pada penggunaan jam 23.00 hingga 08.00 esok harinya. Insentif industri yang masuk dalam paket ekonomi jilid III ini diyakini meringankan beban energi pelaku industri.

Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia mengatakan, insentif ini menjadi angin segar bagi industri. "Ini meningkatkan keyakinan kami agar bisa bersaing secara fair dengan kompetitor dan menghentikan PHK," ujar Ade pada KONTAN, Senin (12/10).

Saat ini pelaku industri sedang mempersiapkan diri untuk menyesuaikan dengan ketentuan tarif diskon. "Bobot produksi akan di titik beratkan pada jam 23.00 sampai dengan jam 8.00," ujar Ade.


Tirta Heru,  PT Ricky Putra Globalindo Tbk, menilai  secara umum insentif ekonomi ini bagus bagi kalangan pebisnis, utamanya yang memiliki tiga shift produksi. Namun, manfaat insentif tersebut kurang optimal dirasakan oleh kalangan pebisnis garmen. Sebab, "Pabrik garmen masih dua shift tidak tiga shift, sehingga tidak akan terlalu berpengaruh," ungkap Tirta kepada KONTAN, Selasa (12/10).

Karenanya hingga saat ini Ricky Putra belum berencana menambahkan shift lantaran belum ada tambahan order. "Kami beroperasi juga tergantung  order," kata Tirta.

Corporate Secretary PT Asia Pacific Fibers (POLY) Tunaryo mempertanyakan apakah kebijakan ini juga menghapuskan beban puncak. "Pada malam hari kami kena beban puncak juga, jadi kami masih mempertanyakan detailnya," kata Tunaryo.

Menurut dia, dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahun 2014 terasa berat bagi perusahaan. Sebab, perusahaan ini tidak menaikkan harga jual produk untuk mengimbangi kenaikan TDL.

Itu sebabnya, Tunaryo menilai, dampak diskon 30% TDL ini akan biasa-biasa saja. "Kalau kebijakan itu diterapkan tahun ini akan bagus. Tapi  terlambat," tutur Tunaryo.

Eurike Hadijaya Sulendra, Investor Relation Officer PT Lautan Luas Tbk (LTLS) menyatakan bahwa diskon tarif listrik bagi industri bisa mengurangi beban perusahaannya. "Kami punya 17 pabrik di Indonesia. Ada yang produksi pagi, siang, malam. Tentu yang produksi malam akan ada penghematan," ujarnya.

Eurike menambahkan, beban listrik dalam proses produksi di pabrik kimia beragam, tergantung jenis produknya.  Namun secara umum, diskon tarif listrik ini bermanfaat bagi pabrik yang menggunakan tungku pembakaran (furnace). Maklum,  operasional tungku  berlangsung 24 jam non-stop. Jika menghentikannya, butuh biaya besar untuk menyalakan  kembali tungku tersebut.

Gunadi Sindhuwinata, Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menilai, diskon tarif listrik merupakan kabar bagus bagi industri manufaktur. Beleid ini bisa dianggap sebagai kepedulian pemerintah terhadap kelangsungan industri manufaktur nasional. "Yang penting diskon itu dilakukan pemerintah," kata pria  yang kini juga menjabat sebagai Komisaris PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS).

Namun khusus di industri perakitan sepeda motor, kata Gunadi, saat ini insentif tarif listrik pada malam hari itu belum bisa dinikmati secara optimal. Sebab, pasar industri otomotif sedang lesu.

Sejumlah perusahaan otomotif juga mengurangi jumlah produksi untuk mengimbangi penurunan permintaan. Alhasil, saat ini pabrikan otomotif meniadakan shift ketiga atau shift tengah malam hingga pagi. "Jadi shift produksi pada jam diskon listrik itu memang sedang tidak digunakan," ujar Gunadi.

Ihwal nilai penghematannya, Indomobil masih menghitung besarannya. Termasuk, potensi penghematan dari pengalihan optimalisasi produksi pada tengah malam. Gunadi menambahkan bahwa biaya listrik di dalam beban produksi industri otomotif,  motor maupun mobil, mencapai 3%-8% dari total biaya. "Ada produksi yang butuh listrik banyak, ada yang sedang dan kurang," ujar Gunadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan