Efek domino kebangkrutan Batavia Air



JAKARTA. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan Batavia Air pailit per pukul 00.00 semalam. Kasus Batavia menambah catatan kelam industri penerbangan Indonesia. Pailit ini menjadi anomali di saat jumlah penumpang pesawat terus bertumbuh.

Sebelum Batavia, sudah ada beberapa maskapai bermasalah, seperti Adam Air, Mandala Air, dan Pacific Royale. "Namun yang statusnya pailit hanya Adam Air," kata Tengku Burhanuddin, Sekretaris Jenderal Indonesian National Air Carriers Association (INACA), kepada KONTAN, Rabu (30/1).

Sedangkan Mandala Air dan Pacific Royale berhenti beroperasi. Namun, kini Mandala sudah terbang lagi. Kasus bangkrutnya Batavia murni masalah internal dengan pihak penyewa. Maskapai ini terbukti punya utang telah jatuh tempo kepada International Lease Finance Corporation (ILFC) senilai US$ 4,68 juta. Utang itu terjadi setelah PT Metro Batavia, pemilik Batavia, meneken perjanjian sewa-menyewa pesawat atau aircraft lease agreement dengan ILFC, pada 20 Desember 2009.


Menurut Burhanuddin, pailitnya Batavia bersifat kasuistik dan tak berpengaruh besar pada industri penerbangan nasional. Saat ini ada 21 maskapai penerbangan nasional yang beroperasi di langit Indonesia. Dengan keputusan pailit ini, Kementerian Perhubungan langsung meminta Metro Batavia menyiapkan rencana darurat (contingency plan) terkait dengan berhentinya operasi maskapai itu.

Pemerintah meminta Batavia berkoordinasi dengan maskapai penerbangan lain untuk menampung penumpang Batavia yang seharusnya terbang pada hari ini (31/1). "Kami sudah memanggil Batavia dan mengajak beberapa airline bekerjasama," ujar Herry Bakti, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemhub.

Menurut Herry, Mandala telah bersedia mengisi beberapa rute yang ditinggal Batavia. Dengan demikian, penumpang yang sudah memiliki tiket Batavia bisa menumpang Mandala. Selain itu, Kemhub juga meminta bantuan maskapai lain untuk menerbangkan penumpang Batavia dengan harga paling minimum.

Sikap pemerintah itu demi keselamatan dan pelayanan penumpang Batavia. Apalagi, pihak pemilik pesawat (lessor) telah menarik pesawat Batavia, sehingga dari 14 pesawat, Batavia hanya mengoperasikan tujuh pesawat.

Yang pasti, pailit Batavia berefek buruk bagi bisnis penjualan tiket. Subagiyo, Koordinator Bidang Humas Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan (Astindo) menyatakan, uang deposit di maskapai yang pailit bakal sulit ditarik. "Secara hukum akan berbelit-belit," ujar dia.

Namun Astindo belum menghitung kerugian yang dialami para penjual tiket akibat kasus Batavia. Subagiyo memberi ancar-ancar, nilai kerugian tak jauh berbeda saat Mandala dan Adam Air berhenti beroperasi. "Kerugian di kasus Adam Air sekitar Rp 30 miliar dan Mandala Air Rp 20 miliar," ungkap Subagyo.

Elly Simanjuntak, Public Relations Manager Batavia Air, menyatakan, kurator akan membantu menangani segala urusan dan dampak pailit Batavia. Semua pihak yang berkepentingan diminta menunggu arahan kurator.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro