Efek minim bagi emiten rokok



Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai akan mulai memungut cukai likuid rokok elektrik (e-cigarette) atau yang lebih dikenal sebagai vape, yang mengandung tembakau pada pertengahan tahun ini. Apabila sesuai dengan undang-undang, Ditjen Bea Cukai kemungkinan mengenakan tarif cukai vape sampai dengan 57%.

Dengan tarif cukai yang cukup tinggi tersebut, kemungkinan permintaan terhadap vape bakal turun. Daya beli masyarakat yang biasa menggunakan vape bakal terguncang akibat pemberlakukan cukai vape tersebut.

Ada dua skenario dampak kebijakan ini terhadap sektor rokok. Pertama, karena vape bisa dikategorikan barang substitusi rokok, maka penggunanya bisa jadi beralih ke rokok biasa. Jika itu benar terjadi, maka ada potensi kenaikan permintaan rokok di tahun ini.


Namun, ada asumsi bahwa kandungan zat kimia pada vape itu lebih rendah dari rokok. Istilahnya tidak begitu membahayakan dibandingkan dengan rokok biasa. Kalau itu benar, skenario kedua, peralihan konsumen vape ke rokok tidak akan terjadi.

Jadi peralihan konsumen ini akan bergantung pada pertimbangan tiap konsumen. Ada dua faktor yang jadi penentu, harga atau kesehatan. Jika konsumen mempertimbangkan harga, bisa terjadi peralihan konsumen dari vape ke rokok.

Tapi jika konsumen mempertimbangkan faktor kesehatan, banyak yang masih akan bertahan dengan vape walau harganya menjadi mahal. Selain itu, kalau sudah berbicara lifestyle, maka faktor harga biasanya tidak begitu dominan.

Untuk sektor rokok sendiri, kami melihat potensi bagi emiten rokok tidak terlalu besar. Ruang pertumbuhan emiten rokok saat ini cuma berasal dari matinya industri rokok kecil dan berkurangnya rokok ilegal.

Sebab, pertumbuhan sektor ini sudah cukup sulit. Maklum, tekanan pada industri rokok cukup berat, terutama terkait isu kesehatan. Ada banyak pembatasan akibat regulasi. Alhasil, hal ini akan berpengaruh terhadap ruang pertumbuhan bisnisnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi