Efek pemangkasan bunga acuan diramal tak bertahan lama pada IHSG, ini alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia akhirnya menurunkan suku bungan acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% pada Kamis (18/7). Seiring dengan kebijakan moneter itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat 0,14% di akhir perdagangan Kamis (18/7). 

Penguatan IHSG kembali berlanjut hingga perdagangan terakhir pekan ini, dimana IHSG berhasil menguat 0,83% ke 6.456. Dalam sepekan, IHSG naik 1,31%.

Head of Research MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan, secara implisit penurunan suku bunga ini mengartikan ke depan ada potensi kondisi ekonomi Indonesia mengalami turbulensi. “Atau bahkan bisa saja melemah. Untuk itulah BI mengantisipasinya dengan menurunkan suku bunga,” kata Edwin, Kamis (18/7).


Head of Research Ekuarto Swarna Sekuritas David Sutyanto mengatakan, penurunan suku bunga ini berdampak hanya temporer saja, tak terkecuali bagi indeks. David menyebut bahwa ke depan masih banyak tantangan-tantangan bagi pasar modal kita, tak terkecuali tantangan global. 

“Jangan lupakan juga kondisi global dimana Amerika Serikat bisa kapan saja membuat kondisi berbalik,” sebut David pada kesempatan yang sama.

Baik David maupun Edwin sepakat bahwa dampak penurunan suku bunga bagi kinerja emiten ini tidak akan dapat dirasakan langsung. 

“Penurunan ini bisa disebut signifikan. Tapi suku bunga sebagai instrumen moneter, pengaruhnya bagi perusahaan agak lama,” papar David.

Bagi para pelaku pasar, sentimen ini hanya akan berpengaruh dalam jangka waktu pendek. “Setelah ini pasar akan kembali fokus pada kinerja emiten di semester satu ini,” tambah David.

Meski begitu, ada beberapa sektor yang berpotensi kecipratan rezeki. David menyebut sektor-sektor seperti properti, konstruksi, dan otomotif merupakan sektor yang bisa dibilang paling awal akan merasakan angin segar dari penurunan suku bunga ini.

Sedangkan Edwin mengatakan, sektor perbankan yang selama ini disebut bisa semakin dipacu kinerjanya dengan penurunan suku bunga justru bisa mengalami penurunan.  “Tergantung cost of fund masing-masing bank. Kaya bank buku I dan II, cost of fund-nya masih mahal. Sehingga net interest margin-nya akan tergerus,” kata Edwin.

Edwin menyebut dampak dari kinerja emiten dan pergerakan indeks akan berbeda dengan kebijakan fiskal. Menurutnya output kebijakan fiskal, seperti insentif pajak, memang melalui proses yang lama untuk bisa diketok palu. 

“Namun dampaknya bisa secara cepat lebih dirasakan dan memacu kinerja emiten,” tambah Edwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi