Efek perubahan iklim, suhu di kota-kota besar Timur Tengah dan Afrika Utara bisa 60°C



KONTAN.CO.ID - Timur Tengah dan Afrika Utara sudah menjadi wilayah terpanas dan terkering di Bumi. Tapi, perubahan iklim dapat membuat beberapa daerah di kawasan itu tidak bisa dihuni dalam beberapa dekade mendatang, dengan suhu berpotensi mencapai 60 derajat Celcius atau lebih tinggi.

Dampak di seluruh wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) akan sangat menghancurkan, termasuk kekurangan air kronis, ketidakmampuan untuk menanam makanan karena cuaca ekstrem dan kekeringan yang diakibatkannya, serta lonjakan kematian terkait panas dan masalah kesehatan.

Pada tahun 2100, sekitar 600 juta penduduk atau 50% dari populasi wilayah tersebut mungkin terkena peristiwa cuaca "super-ekstrem" jika proyeksi gas rumah kaca saat ini terus berlanjut, satu studi baru-baru ini di jurnal Nature mengungkapkan.


Berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan, panas terik akan "berpotensi mengancam jiwa manusia".

Baca Juga: Komitmen tekan emisi, Indonesia bergabung dengan Clean Energy Demand Initiative

“Kami mengantisipasi, suhu maksimum selama gelombang panas di beberapa pusat urban dan kota-kota besar di MENA bisa mencapai atau bahkan melebihi 60°C, yang akan sangat mengganggu masyarakat,” sebut para ilmuwan dalam studinya, seperti dikutip Al Jazeera.

George Zittis, penulis utama studi tersebut, mengatakan, kelembaban yang lebih tinggi dari peningkatan penguapan laut di sekitarnya akan meningkatkan bahaya.

“Tekanan panas selama musim panas akan mencapai atau melebihi ambang batas kelangsungan hidup manusia, setidaknya di beberapa bagian wilayah dan untuk bulan-bulan terpanas,” kata Zittis kepada kepada Al Jazeera.

Pusat-pusat kota besar di sekitar Teluk, Laut Arab, dan Laut Merah, seperti Dubai, Abu Dhabi, Doha, Dhahran, dan Bandar Abbas, akan lebih sering mengalami suhu yang parah.

“Kota-kota akan merasakan peningkatan efek pulau panas dan sebagian besar ibu kota di Timur Tengah bisa menghadapi empat bulan hari yang sangat panas setiap tahun,” menurut Bank Dunia.

Selanjutnya: FAO: Harga pangan global saat ini ada di level tertinggi dalam satu dekade

Editor: S.S. Kurniawan