JAKARTA. Harga logam industri melambung tinggi setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS). Tembaga memimpin kenaikan harga dengan menyentuh level tertinggi dalam 16 bulan. Data
Bloomberg menunjukkan, Kamis (10/11), harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) sempat menguat 3,9% ke US$ 5.625 per metrik ton sebelum diperdagangkan di US$ 5.553 pukul 12.12 waktu Shanghai. Pada Rabu (9/11) baik tembaga, aluminium maupun nikel bertengger di level tertinggi dalam lebih dari satu tahun. Aluminium meningkat 1,2% ke US$ 1.753 per metrik ton dan nikel melompat 3% menjadi US$ 11.575 per metrik ton.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, AS merupakan importir tembaga terbesar di dunia. Kebutuhan tembaga di negeri Paman Sam melebihi komoditas logam industri lain seperti nikel, aluminium dan timah. Pelaku pasar mulai memperhitungkan program kerja Donald Trump. Konglomerat ini mengisyaratkan akan mengalokasikan lebih dari US$ 500 miliar untuk membangun kembali infrastruktur AS, yang meliputi bandara, jalan raya hingga jembatan. Angka tersebut dua kali lipat dari anggaran Hillary Clinton yang hanya US$ 275 miliar. Selain itu, Ibrahim melihat pasar mulai tenang setelah Trump mengajak seluruh lawan politiknya untuk bersatu dan mendamaikan AS. Terpilihnya Trump juga dapat membawa perubahan kebijakan ekonomi AS, terutama dari bank sentral. "Bisa saja, The Fed tidak jadi menaikkan suku bunga sehingga kurs dollar AS akan tertekan dan otomatis positif bagi komoditas," papar Ibrahim. Wahyu Tri Wibowo, analis Central Capital Futures, juga menyatakan, tingginya harapan belanja fiskal AS mengangkat harga tembaga dan logam industri lain. Presiden terpilih AS Donald Trump berjanji mengalokasikan dana besar-besaran guna merombak sektor transportasi, telekomunikasi, pasokan air hingga sistem elektronik. "Sekarang investor masih menanti bagaimana hasil pemilu mempengaruhi ekonomi AS," kata dia. Meski demikian, ada satu logam industri yang harganya masih tertinggal, yakni timah. Di saat logam lain menguat, harga timah justru tergerus 1,3% ke level US$ 21.275 per metrik ton pada Rabu (9/11). "Importir terbesar timah adalah China dan harganya saat ini sudah terlampau tinggi," kata Ibrahim. Pada awal pekan ini, timah sempat menyentuh US$ 21.845 per metrik ton, yang merupakan level harga tertinggi tahun ini.
Ibrahim dan Wahyu melihat tren positif harga komoditas logam industri akan bertahan hingga akhir tahun. Apalagi harga timah dan nikel akan didukung oleh kebijakan pembatasan ekspor Indonesia, isu pembangunan
smelter hingga kekurangan pasokan. Wahyu memprediksi harga aluminium bisa mencapai US$ 1.500–US$ 2.000 per ton di 2017. Sedang harga tembaga bisa mencapai US$ 4.400–US$ 6.000 per ton, nikel di US$ 8.500–US$ 15.000 dan timah di US$ 16.000–US$ 28.000. Hingga akhir tahun ini, Ibrahim memprediksi harga aluminium akan mencapai US$ 1.850 per ton, nikel US$ 11.800 per ton, tembaga di US$ 5.500 per ton dan timah mencapai US$ 22.500 per ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia