KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah
rebound setelah tertekan usai Trump memenangkan pilpres Amerika Serikat (AS). Meski begitu, rupiah diperkirakan masih akan melemah ke level Rp 16.000 per dolar AS. Rupiah spot tampil perkasa dengan menguat 0,59% atau terbesar di Asia pada Kamis (7/11) ke Rp 15.740 per dolar AS. Sedangkan rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) turut menguat 0,46% ke Rp 15.767 per dolar AS. Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, penguatan rupiah didorong data perdagangan China yang lebih kuat dari perkiraan dan peningkatan cadangan devisa Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Menguat Jumat (8/11), Didukung Sentimen Pemangkasan Bunga The Fed Selain itu, investor juga masih
wait and see atas keputusan The Fed dini hari nanti, serta dolar AS juga telah
overbought dan mengalami koreksi teknikal dan
profit taking. Meski begitu, arah ke depannya masih cenderung masih spekulatif. Sebab, kebijakan proteksionisme Trump belum juga terjadi dan inflasi masih belum muncul. Namun aktivitas perdagangan mungkin akan melonjak setelah ini. Pengusaha yang khawatir akan kenaikan tarif ke depannya mungkin akan buru-buru membuat pesanan sehingga bisa terjadi kenaikan harga yang lebih awal. Dalam hal itu, rupiah akan tertekan dan menurunkan kemungkinan BI untuk memangkas suku bunga. "Walau hanya sebatas spekulasi untuk saat ini, rupiah berpotensi kembali di atas Rp 16.000 per dolar AS, tetapi saya yakin BI akan terus mengintervensi dan akan menyesuaikan kebijakan moneter dengan kebutuhan dan perkembangan the Fed," jelas Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (7/11). Di sisi lain, Lukman berpandangan sebenarnya kebijakan proteksionisme Trump tidak begitu berdampak pada ekspor Indonesia karena didominasi oleh hasil tambang. Namun selisih tingkat suku bunga The Fed dengan suku bunga BI yang menjadi kurang menarik apabila the Fed tidak memangkas suku bunga seperti yang diharapkan sebelumnya.
Baca Juga: Rupiah Diperkirakan Menguat, Cadangan Devisa Naik Efek Kemenangan Trump Hal itu turut membuat BI juga terpaksa menahan diri dan ujungnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menjadi kurang optimal di tengah tingkat suku bunga yg tinggi. Sentimen lain adalah kekhawatiran kebijakan luar negeri Trump yang tak bisa diprediksi, pandangan politik Trump mengenai NATO, Israel dan Taiwan bisa memicu eskalasi situasi geopolitk dan keamanan global. Nah, dengan kemenangan Trump, prediksi 2025 juga dinilai menjadi lebih sulit. Sebab kekhawatiran saat ini murni dengan asumsi dan spekulasi akan kebijakan Trump masa depan. Lukman memperkirakan apabila yang dikhawatirkan terjadi maka rupiah kemungkinan besar akan diperdagangkan secara umum di atas Rp 16.000 per dolar AS. Bisa lebih parah, apabila negara-negara lain juga ikut membalas kebijakan tarif Trump dan menyebabkan perang dagang global. "Jadi sangat rumit, terlalu banyak faktor eksternal di tahun depan, belum lagi faktor internal seperti pertumbuhan ekonomi di bawah Prabowo, kebijakan BI apakah akan lebih agresif, dan sebagainya," terangnya.
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,46% ke Rp 15.767 Per Dolar AS Pada Kamis (7/11) Untuk akhir tahun ini, Lukman memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 15.700 - Rp 15.900 per dolar AS, apabila the Fed akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali sebesar 25 basis poin (bps). Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang menilai bahwa the Fed akan memangkas suku bunganya pada November dan Desember 2024. Sehingga diperkirakan BI akan turut memangkas suku bunganya pada Desember 2024 dengan masih tertekannya rupiah. Untuk jangka pendek, setidaknya sepanjang November ini diperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.750 - 15.850 per dolar AS.
"Untuk akhir tahun, terbaik di Rp 15.500 per dolar AS," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi